Kementerian BUMN menyatakan dukungnya terhadap kestabilan nilai tukar rupiah dengan menukarkan US$6 miliar devisa hasil ekspor dari tiga sektor kerjanya, yaitu minyak mentah, pertambangan, dan industri strategis.
Deputi Bidang Usaha Pertambangan, Industri Strategis, dan Media Kementerian BUMN Fajar Harry Sampurno mengatakan meski tidak banyak publikasi di media massa, pihaknya juga aktif mendorong korporasi bawahannya untuk aktif menjaga nilai tukar rupiah.
“Dari 3 kluster ini saja, sudah hampir US$6 miliar per tahun dan itu kembali ke Indonesia 100 %, tidak ke tempat yang lain,” katanya dalam Acara Peluncuran Anjungan Minyak Goreng Higenis Otomatis (AMH-o), Sabtu (15/9/2018).
Dia menjelaskan, 3 sektor kerja tersebut berasal dari ekspor PT Pertamina (Persero) yang mencapai US$1,5 miliar dari ekspor minyak, lubrican, danproduk lainnya.
Dari grup industri pertambangan seperti PT Indonesia Asahan Alumunium (Persero), PT Bukit Asam Tbk., yang mana ekspornya mencapai US$2,5 miliar.
Selain itu, dari grup industri strategis seperti PT Pal Indonesia (Persero), PT Dahana (Persero), PT Pindad (Persero) yang ekspornya berkisar antara US$2 miliar hingga US$2,5 miliar.
Meski demikian, Fajar menjelaskan, rata-rata ekspor tersebut masih dalam bentuk bahan baku, dan Indonesia tidak begitu banyak menikmati keuntungan dari produksinya.
Contohnya, Indonesia ekspor bauksit ke luar negeri, dalam bentuk lumpur yang harganya US$1 per ton, kemudian impor kembali dalam bentuk almina yang harganya US$8 per ton , diolah menjadi alumunium dengan harga jual ke luar negeri US$12 per ton, dan terakhir mengimpor alumunium siap pakai dengan harga US$48 per ton.
“Jadinya yang bekerja untuk membuat alumunium tersebut di luar negeri, artinya 80% pekerjaan itu terjadi di luar negeri,” ucapnya.
Sumber Bisnis.com