Sebagai upaya pemahaman tentang penyelamatan aset negara kepada masyarakat luas, PT Kereta Api Indonesia (Persero) mengadakan kegiatan Focus Group Discussion (FGD) yang digelar di Hotel Aston Purwokerto, Kamis (22/11) dengan tema Upaya Penjagaan dan Optimalisasi Aset Negara. Acara ini berutujuan untuk memberikan pemahaman yang khusus mengenai sejarah pengambil alihan aset perkeretaapian pada saat kemerdekaan dan bukti penguasaan seperti “Grondkaart” yang dibuat pada jaman penjajahan/kolonial. Hadir sebagai undangan beberapa pejabat instansi terkait seperti Bupati dan Walikota, Sekretaris Daerah, Kejaksaan, BPN, BPK, Kepolisian, serta pihak pihak lainnya.
Menurut Staf Ahli Direktur Manajemen Aset KAI Endro Yulianto, keabsahan Grondkaart pada zaman kemerdekaan diakui dengan adanya surat Menkeu kepada Menteri BPN tanggal 24 Januari 1995 dengan No. S-11/MK.16/1994. Dalam penyelesaian sengketa aset melalui jalur hukum Grondkaart sah sebagai bukti legal kepemilikan yang diakui oleh pengadilan melalui pembuktian keaslian yang didukung adanya fakta historis dan kearsipan yang masih tersimpan. Beberapa di PTUN, KAI (Persero) menang dengan Grondkaart. Seperti perkara Kebon Harjo, Tegal, Batang dan Slawi. Juga sertifikasi yang telah berlangsung dengan Grondkaart seperti di Kertapati, Lahat dan Muara Enim.
Jaksa Agung Muda Bidang Pidana Khusus Kejaksaan Agung Republik Indonesia Sarjono Turin, SH, MH. Ia menjelaskan sebagaimana pengelolaan aset negara, pengelolaan aset pada BUMN tidak lepas dari kerawanan-kerawanan yang berdampak pada terjadinya pemborosan bahkan kerugian negara. “Salah satu upaya pencegahan dalam bentuk penindakan dan pemulihan aset dapat melalui dua cara yaitu perdata dan pidana,” ujar Sarjono
Direktur Tindak Pidana Korupsi Badan Reserse Kriminal Kepolisian Negara Republik Indonesia Kombes Pol Drs. Djoko Poerwanto mengatakan, dalam upaya pencegahan korupsi oleh Polri terkait aset-aset negara perlu adanya penindakan secara terukur terhadap pelaku penguasaan aset milik KAI sesuai dengan kesalahan dan Undang-Undang yang dilanggar baik lingkup tindak pidanan korupsi atau tindak pidanan umum. “Kami mendorong KAI untuk terus bekerjasama dengan KPK, Kejaksaan, dan Polri,” tambahnya.
Memperkuat apa yang disampaikan Endro Yulianto, menurut Sejarawan Alumni Universitas Indonesia Dr. Harto Juwono, M.Hum, aset KAI adalah limpahan dari perusahaan Kereta Api Belanda. Kemudian dialihkan lewat beberapa peraturan seperti Undang-Undang No. 86 Tahun 1958 tentang nasionalisasi. Grondkaart memilki dasar hukum yaitu Bijblad No. 4909. Grondkaart bisa digunakan untuk menjadi dasar pemrosesan alas hak atas aset KAI. Semua dibuktikan dengan Grondkaart. Buktinya banyak yang sudah menjadi sertifikat.
Sumber KAI