PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. akan segera menggelar rapat umum pemegang saham luar biasa untuk meminta restu pemegang saham terkait pelaksanaan program pemulihan ekonomi nasional.
Garuda Indonesia mengumumkan akan menggelar rapat umum pemegang saham luar biasa (RUPSLB) pada 20 November 2020. Pemegang saham yang berhak hadir adalah yang namanya tercatat dalam daftar pemegang saham perseroan pada 27 Oktober 2020.
Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra mengatakan agenda RUPSLB dilakukan untuk mengajukan persetujuan kepada pemegang saham. Hal itu terkait pelaksanaan program pemulihan ekonomi nasional (PEN) untuk perseroan.
“Persetujuan tersebut dilakukan dalam rangka memenuhi ketentuan di bidang pasar modal mengingat Garuda Indonesia merupakan perusahaan terbuka,” ujarnya saat dimintai konfirmasi, Rabu (14/10/2020).
Sebagai catatan, Pemerintah telah menerbitkan PMK No.1/2020 terkait investasi yang dimaksudkan untuk mendorong kesehatan BUMN di tengah merosotnya aktivitas bisnis akibat pandemi Covid-19. Beleid itu mengatur tata cara pelaksanaan investasi pemerintah dalam program PEN.
Emiten berkode saham GIAA itu merupakan salah satu penerima investasi pemerintah. Total dana yang akan diterima perseroan senilai Rp8,5 triliun.
Dalam paparan di DPR beberapa waktu lalu, Manajemen GIAA mengusulkan skema mandatory convertible bond (OWK) atau obligasi wajib konversi (OWK) dengan tenor 3 tahun untuk dana talangan pemerintah.
Adapun, Komisi VI DPR RI menyetujui usulan dana itu dengan sejumlah catatan termasuk pemberian dana pinjaman pemerintah itu dalam bentuk OWK.
Sebelumnya, Irfan mengungkapkan beberapa alasan diusulkannya OWK bertenor 3 tahun. Salah satunya terkait konsensus para analis yang memprediksi pemulihan baru akan terjadi pada 2023.
Dengan durasi 3 tahun, manajemen akan mendapat kesempatan memperbaiki fundamental pendapatan dan biaya perusahaan. Pasalnya, Garuda telah beberapa kali dibantu oleh pemerintah.
“Ini juga tantangan, pemegang saham bekerja keras dan kami manajemen memastikan cost structure dan fundamental revenue lebih kuat sehingga perusahaan bisa bersaing dan menghasilkan laba yang memadai,” paparnya.
Setelah tiga tahun, ada beberapa skema penyelesaian OWK yang disiapkan perseroan. Pertama, perusahaan membayar dana talangan tersebut.
Asumsi yang dimasukan dalam skema pertama yakni jumlah penumpang 50 persen dibandingkan dengan 2020 dan 70 persen pada 2022. Dengan perhitungan itu, Manajemen GIAA meyakini mampu membayar OWK.
Skema kedua, apabila perusahaan tidak mamungkinkan melakukan pembayaran, penggalangan dana segar dari pasar menjadi andalan pada 2023.
Konsensus para analis menyebut industri kembali menarik dalam 3 tahun mendatang sehingga terbuka peluang bagi perusahaan untuk mengeluarkan obligasi dan melunasi OWK.
GIAA juga juga telah memiliki opsi terakhir apabila dua skema itu tidak berjalan mulus. Dari kesepakatan pemegang saham, perseroan mendapat informasi pilihan terakhir yakni konversi OWK menjadi penempatan dana dari pemerintah.
Sumber Bisnis, edit koranbumn