PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk akan menerbitkan obligasi wajib konversi dengan nilai sebanyak-banyaknya Rp8,5 triliun.
Garuda Indonesia mengumumkan penerbitan obligasi wajib konversi (OWK) melalui penambahan modal tanpa hak memesan efek terlebih dahulu (PMTHMETD) atau private placement.
Emisi akan dilakukan dengan denominasi rupiah dengan nilai maksium Rp8,5 triliun dan jangka waktu 7 tahun sejak tanggal penerbitan.
Konversi akan dilakukan menjadi saham baru Seri B pada akhir periode OWK yang jumlahnya akan ditentukan dengan membagi nilai prinsipal OWK yang terutang pada tanggal konversi dengan harga konversi.
Dalam ketrerbukaan informasi, Manajemen Garuda Indonesia mengatakan penerbitan OWK bertujuan tujuan untuk perbaikan posisi keuangan perseroan karena memiliki modal kerja bersih negatif.
“(Perseroan) mempunyai kewajiban melebihi 80 persen dari aset perusahaan terbuka tersebut pada saat rapat umum pemegang saham menyetujui penambahan modal,” ujar Manajemen Garuda Indonesia dalam keterbukaan informasi, Kamis (15/10/2020).
Berdasarkan neraca hasil perhitungan internal perseroan per 30 Juni 2020, Garuda Indonesia memenuhi kondisi modal kerja negatif US$3,68 miliar. Liabilitas maskapai pelat merah itu senilai US$10,36 miliar, di mana jumlah itu melebihi 80 persen dari total aset perseroan senilai US$10,28 miliar.
Pemegang OWK direncanakan merupakan pemerintah Indonesia, dalam hal ini Kementeria Keuangan, yang akan diwakili oleh afiliasi dari perseroan melalui kepemilikan saham oleh pemerintah Indonesia.
Lebih lanjut, manajemen mengatakan keikutsertaan pemerintah selaku pemegang saham mayoritas perseroan sekaligus calon pemodal sangatlah diperlukan. Hal ini mengingat strategisnya peranan perseroan dalam pertumbuhan ekonomi Indonesia pada masa yang akan datang.
“Baik sebagai penopang konektivitas arus barang dan penumpang di Indonesia maupun mancanegara yang krusial dalam pemerataan dan penggerak pertumbuhan ekonomi,” jelas Manajemen Garuda Indonesia.
Emiten berkode saham GIAA itu menyebut ada risiko atau dampak penambahan modal kepada pemegang saham termasuk dilusi. Penerbitan OWK dengan nilai maksimum Rp8,5 triliun wajib dikonversi menjadi saham baru pada tanggal konversi.
Setelah penambahan modal dari transaksi perseroan menjadi efektif, persentase kepemilikan dari pemegang saham Seri B lain akan mengalami penurunan dilusi sebanyak 61 persen. Berdasarkan asumsi proforma, harga konversi berdasarkan 90 persen rerata harga penutupan selama kurun waktu 25 hari sejak tanggal 13 Oktober 2020 yakni Rp206.
Dengan asumsi itu, kepemilikan pemerintah Indonesia di GIAA akan bertambah dari 60,5 persen menjadi 84,8 persen setelah konversi OWK. Selanjutnya, PT Trans Airways menyusut dari 25,8 persen menjadi 9,9 persen.
Adapun, porsi masyarakat akan terdilusi dari 13,7 persen menjadi 5,3 persen.
Untuk menjalankan aksi korporasi itu, GIAA akan meminta izin kepada pemegang saham dalam rapat umum pemegang saham luar biasa (RUPSLB) pada 20 November 2020. Eksekusi penerbitan OWK baru dapat dilakukan setelahnya.
Sumber Bisnis, edit koranbumn