Emiten maskapai BUMN, PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. (GIAA) mencatatkan kerugian senilai US$2,44 miliar atau setara dengan Rp34,45 triliun pada 2020.
Berdasarkan laporan keuangan per 31 Desember 2020, Garuda Indonesia mencatatkan pendapatan US$1,49 miliar atau sekitar Rp21,04 triliun. Nilai itu turun 67,36 persen dari pendapatan pada 2019 sejumlah US$4,57 miliar atau Rp64,48 triliun.
Penerbangan berjadwal menjadi kontributor utama pendapatan Garuda senilai US$1,2 miliar pada 2020, anjlok dari 2019 sejumlah US$3,77 miliar.
Sementara itu, Garuda harus menanggung beban operasional penerbangan US$1,65 miliar pada 2020, lebih besar dari raihan pendapatan perusahaan. Selain itu, masih ada beban lainnya seperti beban bandara, pelayanan penumpang, operasional jaringan, dan sebagainya
Garuda Indonesia pun membukukan rugi bersih US$2,44 miliar atau setara dengan Rp34,45 triliun pada 2020. Kerugian itu membengkak dari rugi bersih pada 2019 senilai US$38,94 juta.
Ekuitas Garuda pun negatif atau defisiensi modal US$1,94 miliar pada akhir 2020. Kondisi itu berbalik dari ekuitas positif US$582,58 juta pada 2019.
Liabilitas Garuda mencapai US$12,73 miliar pada 2020, dengan perincian liabilitas jangka panjang US$8,44 miliar dan jangka pendek US$4,29 miliar. Liabilitas Garuda bertambah dari 2019 sejumlah US$3,87 miliar.
Dalam laporan keuanganya, manajemen Garuda menjelaskan Grup mengalami kerugian sebesar US$2,5 miliar dan pada tanggal 31 Desember 2020, liabilitas jangka pendek Grup melebihi aset lancarnya sejumlah US$3,8 miliar.
Garuda mengalami defisiensi ekuitas sebesar US$1,9 miliar. Pandemi COVID-19, diikuti dengan pembatasan perjalanan, telah menyebabkan penurunan perjalanan udara yang signifikan, dan memiliki dampak buruk pada operasi dan likuiditas Grup.
Sebagai bagian dari usaha berkesinambungan untuk menghadapi dan mengelola kondisi di atas, Garuda mengambil langkah-langkah yang telah dan akan dilaksanakan secara berkelanjutan sebagai berikut:
– Optimalisasi pendapatan penumpang berjadwal baik rute domestik dan internasional melalui optimalisasi produksi serta strategi dynamic pricing;
– Meningkatkan pendapatan kargo berjadwal, salah satunya dengan melakukan penerbangan cargo only selama masa pandemi untuk mengkompensasi penurunan pendapatan dari penumpang sesuai dengan peraturan yang berlaku;
– Menutup rute-rute yang tidak menghasilkan profit;
– Rightsizing untuk meningkatkan margin di rute-rute potensial;
– Meningkatkan charter revenue yang berkelanjutan dengan membuat kerjasama kemitraan jangka pendek dan jangka panjang;
– Menerapkan protokol COVID-19 pada seluruh titik layanan Garuda Indonesia (Cleanliness, Safety and Healthiness), serta melakukan campaign melalui social media;.
Sumber Bisnis, Edit Koranbumn