Emiten maskapai BUMN PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA) mengincar pendapatan pada 2021 setidaknya mencapai 50 persen pendapatan pada 2019.
Mengutip laporan keuangannya, Garuda Indonesia membukukan laba bersih sebesar US$6,98 juta pada 2019, setelah pada tahun sebelumnya membukukan rugi sebesar US$231,15 juta.
Berdasarkan laporan keuangan 2019, emiten berkode saham GIAA ini membukukan laba bersih yang diperoleh dari kenaikan pendapatan sebesar 5,59 persen menjadi US$4,57 miliar. Kenaikannya dikontribusi oleh pertumbuhan penerbangan berjadwal dan pendapatan lainnya.
Dengan demikian, setidaknya pada 2021, Garuda Indonesia mengincar pendapatan senilai US$2,28 miliar.
Sementara itu, berdasarkan laporan keuangan kuartal III/2020, Garuda Indonesia mengalami rugi bersih sebesar US$1,07 miliar. Posisi tersebut berbanding terbalik dibandingkan catatan pada kuartal III/2019 saat GIAA meraup laba bersih US$122,42 juta..
Penyebab utama penurunan itu adalah anjloknya pendapatan dari penerbangan berjadwal yang menjadi sumber utama pendapatan perseroan. Kontribusi pendapatan dari penerbangan berjadwal pada kuartal III/2020 tercatat sebesar US$917,28 juta, jauh dibawah perolehan kuartal III/2019 sebesar US$2,79 miliar.
Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra meyakini dapat memulai tahun ini dengan optimisme setelah dana Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) dapat mulai digunakan.
Menurutnya dukungan PEN tersebut dapat menjadi momentum optimisme pada 2021 untuk memperbaiki kinerja fundamental seperti negosiasi biaya sewa pesawat, efisiensi finansial, dan restrukturisasi jaringan penerbangan.
“Kami akan terus mengkaji ulang frekuensi dan rute baru. Kami berharap pendapatan pada 2021 bisa mencapai 50 persen dibandingkan dengan pada 2019. Ini janji kami ke Kementerian BUMN,” ujarnya, Minggu (3/1/2021).
Tantangan terbesar dalam memperbaiki kinerja pendapatan tersebut akan berasal dari pendapatan haji dan umrah.
Irfan menjabarkan pertumbuhan penumpang hingga Oktober tahun lalu telah positif dan membaik dibandingkan dengan pada awal pandemi.
Namun jika membandingkan dengan kondisi normal kondisi masih belum optimal dan angkanya masih di bawah 60 persen. Melihat kondisi tersebut, maskapai pelat merah itu akan memperkuat permodalan dalam mendukung kinerjanya melalui dana PEN senilai Rp8,5 triliun.
Hingga Oktober 2020, GIAA membukukan sebanyak 739.000 penumpang. Angka ini merupakan peningkatan signifikan dibandingkan dengan pada awal pandemi sebanyak 30.000 per bulan.
Maskapai dengan jenis layanan penuh tersebut akan konsisten menjalankan kargo dan charter hingga efisiensi produksi melalui renegosiasi pesawat. Perusahaan memperkirakan bisa melakukan penghematan hingga US$15 juta per bulan lewat sejumlah efisiensi utamanya renegosiasi sewa pesawat.
Di sisi lain, dengan kinerja kargo dan charter yang membaik dibandingkan dengan sebelum pandemi akan mendorong Garuda fokus ke area tersebut dengan menyediakan pesawat freighter khusus kargo sehingga peningkatan kapasitas dapat terlaksana.
Garuda juga telah memulai kerja sama dengan pemda di sejumlah provinsi untuk melakukan ekspor dengan baik dalam pengiriman komoditas ikan seminggu sekali. Menurutnya jalur ekspor ini potensial untuk dibuka jalur baru dan ditambah frekuensinya.
Pada Oktober 2020, Garuda Indonesia Group mencatatkan jumlah tertinggi angkutan kargo sejak masa pandemi yakni sebesar 21.980 ribu ton.
Capaian tersebut setara dengan 83 persen dari jumlah angkutan kargo pada masa sebelum pandemi. Dengan capaian tersebut, bisnis kargo memiliki potensi yang dapat terus dimaksimalkan ke depannya bahkan melebihi capaian angkutan kargo sebelum masa pandemi, khususnya dengan momentum perkembangan industri e-commerce di Indonesia saat ini.
Saat ini, Garuda Indonesia Group melalui lini usaha perawatan pesawat GMF Aero Asia tengah memperkuat segmen airframe dan line maintenance melalui rencana perluasan layanan hanggar yang dikembangkan di Denpasar untuk memaksimalkan potensi market di wilayah Indonesia Timur.
Sementara itu, Citilink yang merupakan lini usaha low cost carrier tengah fokus mengoptimalisasikan pangsa pasar rute penerbangan domestik yang didukung oleh feeder pesawat ATR 72 600 yang nantinya akan membuka akses ke wilayah kawasan ekonomi baru di Indonesia.
Lebih lanjut, lini usaha Aerofood ACS juga saat ini tengah memperkuat fokus bisnisnya pada sektor produk ritel dan industrial catering.
Sumber Bisnis, edit koranbumn