Kinerja apik ditorehkan Grup MIND ID pada semester pertama 2021 terdorong membaiknya produksi dan penjualan, tren positif harga komoditas hingga pemulihan ekonomi yang berangsur-angsur membaik. MIND ID membukukan pendapatan konsolidasi sebesar Rp 39,2 triliun, naik 34% dibandingkan dengan semester pertama 2020 yang sebesar Rp 29,3 triliun.
Dari pendapatan itu, MIND ID mengantongi laba bersih sebesar Rp 4,7 triliun. Keuntungan ini berbalik rugi bersih Rp 1,8 triliun di semester pertama tahun lalu. Angka ini juga sudah melampaui realisasi perolehan laba bersih tahun 2020 selama setahun penuh Rp 1,8 triliun, maupun perkiraan awal kinerja laba bersih tahun 2021 yang diestimasi berkisar Rp 2 triliun-Rp 4 triliun itu.
CEO Group MIND ID Orias Petrus Moedak mengharapkan kinerja positif untuk laba bersih dapat berlanjut di sisa tahun ini. “Secara konservatif mestinya angka Rp 8,5 triliun-Rp 9 triliun tercapai. Kalau cuaca baik, produksi baik semua, harga seperti sekarang, bisa sampai Rp 10 triliun. Tapi tentu kita tidak perlu terlalu gegabah karena memang tambang ini sangat bergantung pada keadaan cuaca juga,” kata Orias baru-baru ini.
Sementara itu, PT Bukit Asam Tbk (PTBA) membukukan pendapatan bersih senilai Rp 10,29 triliun atau naik 14,2% dari pendapatan di semester pertama 2021 sebesar Rp 9,01 triliun. Pendapatan bersih PTBA didominasi oleh penjualan batubara senilai Rp 10,14 triliun.
PTBA membukukan laba bersih senilai Rp 1,77 triliun, naik 38,04% dari laba bersih di periode yang sama tahun lalu yang hanya Rp 1,28 triliun. Sekretaris Perusahaan Bukit Asam Apollonius Andwie mengungkapkan, produksi tahun ini diharapkan mencapai 30 juta ton. Per semester I 2021 produksi PTBA mencapai 13,27 juta ton.
Apollonius memastikan, selain peningkatan produksi PTBA juga menargetkan ekspansi pasar global. Dia menambahkan, Bukit Asam pun tetap mengupayakan sejumlah program hilirisasi batubara demi mendorong keberlanjutan pertambangan.
Dia mengatakan, PTBA sudah menyiapkan diri untuk bertransformasi menjadi perusahaan energi dan kimia kelas dunia yang ramah lingkungan. “PTBA bukan sekadar perusahaan tambang batubara lagi, tapi menjadi perusahaan energi. Ini dibuktikan dengan sederet program hilirisasi PTBA,” terang Apollonius kepada Kontan.co.id, Minggu (12/9).
Sejumlah proyek hilirisasi yang kini tengah dilaksanakan antara lain Pembangunan PLTU Sumsel 8 yang menggunakan teknologi super critical, gasifikasi batubara serta hilirisasi batubara menjadi urea.
Sementara itu, PT Timah Tbk (TINS) memperbaiki kinerja bottom line pada paruh pertama tahun ini. Pada semester I 2021 ini, TINS membukukan laba tahun berjalan sebesar Rp 270,09 miliar, berbalik dari kerugian bersih Rp 390,07 miliar di semester pertama tahun lalu.
Direktur Keuangan dan Manajemen Risiko TINS, Wibisono mengatakan bahwa TINS terus berbenah memperbaiki kinerjanya pada semester pertama di tahun 2021.
“Hal ini terlihat dari membaiknya performa finansial yang terus tumbuh dibandingkan periode yang sama pada tahun sebelumnya,” kata Wibisono.
Bottom line TINS membaik di tengah penurunan volume produksi. Produksi bijih timah Timah mencapai 11.457 ton di semester pertama 2021, turun 54% dibanding realisasi semester pertama tahun lalu yang mencapai 25.081 ton.
Produksi logam timah TINS juga turun sekitar 57% secara tahunan atau year-on-year (yoy) dari semula 27.833 ton menjadi 11.915 ton. Volume penjualan timah TINS juga turun sekitar 60% dari semula 31.508 ton menjadi 12.523 ton.
Sedangkan harga jual rata-rata Timah naik 69% dari semula US$ 16.461 per metrik ton di semester I 2020 menjadi US$ 27.858 per metrik ton di semester I 2021. Namun, mengutip laporan keuangan interim perusahaan, pendapatan usaha TINS menyusut dari semula Rp 8,03 triliun menjadi Rp 5,87 triliun.
“Peningkatan permintaan logam seiring meredanya pandemi Covid-19 mendorong stabilnya harga logam yang berdampak juga berkembangnya industri hilir logam timah, diharapkan menjadi salah satu motor pendongkrak kinerja TINS di tahun pemulihan ini,” kata Wibisono.
Sementara itu, PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) berkomitmen menjaga volume penjualan emas untuk mengkompensasi penurunan harga. ANTM menargetkan volume penjualan terjaga di level 22.000 kilogram.
“Kalau pun ada penurunan, kami upayakan volume penjualan hingga akhir tahun ini tidak sampai di bawah kisaran 22.000 kilogram (kg) emas,” kata Sekretaris Perusahaan ANTM Yulan Kustiyan, Kamis (9/9).
Sepanjang semester pertama produksi emas unaudited ANTM mencapai 719 kg dengan penjualan sebesar 13.341 kg. Realisasi produksi ini lebih rendah dari periode sama tahun sebelumnya yang mencapai 845 kg. Kendati demikian, penjualan di paruh pertama tahun ini meningkat ketimbang semester pertama 2020 yang hanya sebesar 7.915 kg.
Terkait komoditas feronikel, volume produksi unaudited feronikel ANTAM pada semester I 2021 tercatat sebesar 12.679 ton nikel dalam feronikel (TNI), relatif stabil jika dibandingkan capaian pada semester I 2020. ANTAM membukukan penjualan feronikel unaudited pada paruh pertama tahun ini sebesar 12.068 TNI, dimana sepenuhnya diserap oleh pasar ekspor di luar negeri.
Antam meraih laba bersih senilai Rp 630,37 miliar di kuartal pertama 2021. Bottom line Antam pun membaik dari kerugian bersih Rp 281,84 miliar pada tiga bulan pertama tahun lalu.
Penjaja logam mulia ini membukukan pendapatan bersih senilai Rp 9,21 triliun, naik 77,04% dari realisasi pendapatan di periode yang sama tahun sebelumnya yang hanya Rp 5,20 triliun. Secara rinci, pendapatan ANTM didominasi oleh penjualan emas yakni mencapai Rp 6,58 triliun atau naik 65% secara year-on-year. Disusul oleh segmen feronikel dan bijih nikel sebesar masing-masing Rp 1,23 triliun dan Rp 950 miliar.
Sumber Kontan, Edit koranbumn