PT Perkebunan Nusantara V (PTPN V) gunakan pembangkit listrik energi baru terbarukan (EBT) dalam proses produksi minyak sawit mentah (CPO) dari pemanfaatan palm oil mill effluent (POME) atau limbah cair produksi CPO.
Direktur Utama PTPN V Jatmiko Krisna Santosan mengatakan sejauh ini pembangkit listrik tersebut baru menyediakan energi bagi satu dari 12 fasilitas pengolahan perkebunan kelapa sawi (PKS) perseroan.
Adapun, utilitas pembangkit listrik tersebut baru berada di level 50 persen dengan produksi listrik 700 kWh.
“Kalau ini saja dengan separuh kapasitas itu [bisa menekan biaya produksi] Rp6 miliar per tahun. Ini baru 50 persen di satu PKS. Kami ada 12 PKS. Jadi bisa dihitung berapa [penghematan biaya produksi perseroan],” katanya di PKS Terantam, Jumat (6/3/2020).
Dengan kata lain, perseroan dapat menghemat biaya energi hingga Rp72 miliar per tahun jika seluruh PKS PTPN V memiliki kapasitas yang sama.
Dengan hitung-hitungan tersebut, penghematan yang ada mengharuskan perseroan memiliki pembangkit listrik biogas berkapasitas 8,4 Megawatt dengan serapan TBS hingga 252 ton per jam atau 6.048 ton per hari.
Adapun, POME yang terserap oleh pembangkit listrik tersebut saat ini berasal dari sekitar 21 ton tandan buah segar (TBS) per jam. Jatmiko menyatakan berencana untuk meningkatkan kapasitas pembangkit listrik itu hingga 2 Megawatt dengan serapan TBS mencapai 60 ton per jam.
Jatmiko mencatat pendirian pembangkit listrik tenaga bio gas (PLTBG) di PKS Teranam tersebut menelan investasi senilai Rp27 miliar di luar jaringan listrik. Alhasil, perseroan harus menambah investasi sekitar Rp108 miliar-Rp135 miliar untuk pembangunan empat sampai lima PLTBG agar dapat bergantung sepenuhnya pada PLTBG.
Dia menambahkan PTPN V saat ini memiliki kapasitas produksi TBS mencapai 570 ton per hari. Adapun, lanjutnya, produktivitas produksi perseroan merupakan yang tertinggi pada dua bulan pertama 2020 dengan 5,6 ton per hektar.
“Kalau dibandingkan dengan swasta, kami lebih produktif. Oleh sebab tiu, kami mohon dukungannya terus untuk pengembangan teknologi karena kami targetkan 12 PKS bisa [menggunakan PLTBG] supaya saving-nya segera didapat,” ucapnya.
Selain itu, Jatmiko menilai pemanfaatan PLTBG secara bersamaan dapat mengurangi produksi gas rumah kaca (GRK) perseroan. Dengan demikian, ujarnya, perseroan akan mendapatkan premi GRK yang akan tercermin dari harga CPO perseroan.
Sumber Bisnis, edit koranbumn