Upaya hulu migas mengejar target produksi 1 juta barel pada 2030 mendapatkan dukungan dari Himpunan Bank Milik Negara (Himbara). Bentuk dukungan yang diberikan Himbara berupa fasilitas pembiayaan.
Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto mengungkapkan, kesiapan perbankan nasional tersebut sangat penting, mengingat upaya meningkatkan produksi migas nasional tahun 2030 yaitu produksi minyak 1 juta barel dan gas 12 BSCFD membutuhkan investasi yang sangat besar setara dengan sekitar Rp 2.618 triliun dalam kurun waktu 2021-2030.
Dwi melanjutkan keberadaan industri hulu migas beserta penunjangnya telah memberikan dukungannya bagi kelangsungan industri perbankan nasional. Sejak tahun 2008 dan sampai saat ini, terdapat beberapa ketentuan dari pemerintah maupun SKK Migas yang mewajibkan industri hulu migas untuk memanfaatkan jasa perbankan nasional.
Bahkan pemerintah memberikan kesempatan yang lebih khusus kepada bank BUMN untuk secara khusus menampung dana abandonment site restoration (ASR) hulu migas, POJK tentang Kegiatan Usaha Bank Berupa Penitipan Dengan Pengelolaan (Trust), PBI tentang Kewajiban Penggunaan Rupiah di Wilayah NKRI.
“Industri hulu migas tidak hanya sebagai penerimaan negara dan sumber energi, tetapi telah berkembang yang lebih luas yaitu menjadi sumber bahan baku bagi industri yang lain. Menjadi lokomotif pembangunan nasional dengan menggerakkan perekonomian di pusat maupun daerah. Maka sudah menjadi keharusan untuk meningkatkan produksi hulu migas seiring dengan peningkatan perekonomian dan kemampuan daya beli adalah suatu keharusan,” ungkap Dwi dalam webinar dengan tema Peran Perbankan Nasional di Industri Hulu Migas, Kamis (19/8).
Dwi melanjutkan, kompetisi memperebutkan pembiayaan di sektor energi kian ketat seiring transisi menuju EBT yang dilakukan banyak International Oil Company (IOC). Hal ini pun dinilai menjadi peluang bagi industri perbankan nasional dan sumber pembiayaan lokal lainnya untuk mengambil porsi investasi hulu migas yang lebih besar.
Lebih lanjut, sejak tahun 2009, pemerintah telah menetapkan regulasi bahwa industri hulu migas harus menyisihkan dana ASR di bank BUMN. Saat ini total dana ASR sudah mencapai US$ 2,5 miliar atau setara dengan Rp 36,25 triliun.
“Mengingat kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) eksplorasi sudah mulai melakukan eksploitasi maka dana ASR tersebut akan terus membesar, dan memberikan dukungan penguatan modal bagi bank BUMN,” kata Dwi.
Masih menurut Dwi, pihaknya juga terus mendorong keterlibatan industri penunjang hulu migas melalui pemenuhan TKDN. Saat ini tercatat TKDN telah mencapai 57% pada pembelanjaan barang/jasa hulu migas. Untuk tahun 2021 diperkirakan kebutuhan pembelanjaan barang dan jasa sekitar Rp 50 triliun yang dapat dibiayai perbankan nasional.
“Kami percaya industri perbankan nasional sanggup membiayai kebutuhan pembiayaan industri hulu migas. Kebutuhan pembiayaan hulu migas sekitar Rp 200 triliun dapat mendapatkan ruang pembiayaan dari perbankan nasional yang kemampuan pembiayaannya sekitar Rp 5.482,5 triliun pada tahun 2020,” ujar Dwi.
Direktur Hubungan Kelembagaan dan BUMN Bank BRI Agus Noorsanto menambahkan, program pemerintah untuk meningkatkan produksi migas nasional adalah berita yang menggembirakan.
“Saat ini porsi pembiayaan sektor pertambangan pada triwulan pertama 2021 sekitar Rp 128 triliun atau sekitar 12,9% dari total pembiayaan secara nasional. Industri hulu migas salah satu sektor dalam pertambangan, yang tentunya jumlah pembiayaan hulu migas masih relatif kecil,” kata dia.
Agus menambahkan, dana hulu migas secara keseluruhan di Bank BUMN sekitar Rp 200 triliun. Adapun, dana ini dinilai dapat dialokasikan kembali dalam bentuk kredit pembiayaan di KKKS maupun industri penunjang hulu migas.
Sumber Kontan, edit koranbumn