Penerimaan pajak nampaknya belum mampu menahan dampak pelemahan ekonomi akibat pandemi corona virus disease 2019 (Covid-19).
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menyampaikan sampai dengan akhir Juli 2020 penerimaan pajak minus 14,7% year on year (yoy).
Senin (24/8) dalam Rapat Kerja (Raker) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dengan Komisi XI DPR RI, Sri Mulyani menuturkan bahwa realisasi sepanjang Januari-Juli 2020, penerimaan pajak penghasilan (PPh) migas sebesar Rp 19,8 triliun dan PPh non-migas Rp 582 triliun.
Sehingga, bila diakumulasikan penerimaan pajak selama tujuh bulan di tahun ini sebesar Rp 601,8 triliun atau kontraksi 14,7% dibandingkan pencapaian periode sama tahun lalu senilai Rp 705,6 triliun.
Dengan demikian, dalam lima bulan ke depan otoritas pajak perlu mengumpulkan penerimaan pajak sebesar Rp 493,22 triliun agar bisa mencapai target akhir 2020 sejumlah Rp 1.198,82 triliun.
Menkeu menambahkan dari sisi jenis pajak, penerimaan pajak pertambahan nilai (PPN) sampai dengan Juli 2020 masih terkontraksi 12% yoy. Artinya penerimaan PPN turun sekitar Rp 29,92 triliun dari realisasi tahun lalu sebesar Rp 249,4 triliun menjadi Rp 219,48 triliun.
Kontraksi pajak yang ditarik dari konsumen itu, mengindikasikan konsumsi yang membaik pada bulan lalu.
“Untuk PPN kontraksinya hingga 12% karena kami melihat pergerakan nilai tambah ini dengan adanya Covid-19 mengalami pelemahan,” kata Menkeu dalam Raker dengan Komisi XI DPR RI, Senin (24/8).
Di sisi lain, pajak penghasilan (PPh) pasal 21 pun mengalami tekanan.
Menkeu bilang, pajak atas karyawan tersebut merosot seiring dengan pemberian insentif perpajakan dalam program pemulihan ekonomi nasional (PEN).
Sri Mulyani menegaskan, meskipun penerimaan pajak masih loyo, pihaknya dalam hal ini Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak akan tetap berhati-hati dalam mengamankan pos penerimaan negara terbanyak itu.
“Kita berhati-hati, tidak menekan dunia usaha saat ini yang sedang rapuh akibat Covid-19,” ujar Menkeu.
Sumber Kontan, edit koranbumn