Di tengah pandemi yang sudah berlangsung selama 1,5 tahun, PT Bio Farma (Persero) sebagai induk holding BUMN farmasi terus melakukan transformasi sebagai pilar dari ketahanan kesehatan nasional.
Pandemi Covid-19 memang menjadi tantangan terbesar Bio Farma yang merupakan induk holding BUMN Farmasi yang baru dibentuk pada 31 Januari 2020 atau tepat dua bulan sebelum pandemi.
Holding BUMN farmasi dibentuk dengan Bio Farma sebagai induk dan Kimia Farma dan Indofarma sebagai dua anak perusahaan, menjadikannya perusahaan farmasi terbesar dengan 13 pabrik, 78 jaringan distribusi, dan 1.300 jaringan apotek, serta 560 laboratorium klinik di Indonesia.
Dengan visi Holding BUMN Farmasi menjadi perusahaan farmasi yang berdaya saing global, Holding BUMN Farmasi melakukan beberapa transformasi dalam upaya untuk menata portofolio produknya, meningkatkan utilitas pabrik dengan fokus dan melakukan integrasi proses bisnis perusahaan.
Direktur Utama Bio Farma Honesti Basyir mengatakan, penataan ulang portofolio produk Holding Bio Farma terutama untuk Kimia Farma dan Indofarma menjadi prioritas pihaknya untuk menjalankan Holding BUMN Farmasi. Diharapkan pada masa yang akan datang, Kimia Farma dan Indofarma akan memiliki diversitas dan fokus jenis produk yang berbeda.
Penataan ulang portofolio produk memang perlu dilakukan mengingat produk Kimia Farma dan Indofarma ada yang mirip, Hal ini dilakukan agar dapat memenuhi kebutuhan pemerintah akan obat dan dapat menurunkan harga produk yang saling bersaing.
“Kami sudah menetapkan jenis produk apa saja yang akan dihasilkan oleh masing-masing entitas baik Kimia Farma yang akan menghasilkan produk chemical dan Indofarma menghasilkan produk herbal dan alat kesehatan,” ungkap Honesti dalam siaran pers yang diterima Kontan.co.id, Senin (27/9).
Hal lain yang menjadi prioritas pembentukan Holding BUMN Farmasi adalah harmonisasi dari seluruh jaringan perusahaan untuk mencapai cost-effectiveness, seperti melalui sentralisasi distribusi sales service yang menjadi jantung dari proses harmonisasi ini.
Proses transformasi tersebut dilaksanakan bersamaan dengan penanganan pandemi Covid-19. Sebagai BUMN, Holding BUMN Farmasi melakukan inisiatif-inisiatif untuk membantu pemerintah menanggulangi pandemi seperti menyediakan masker medis dan nonmedis dengan harga jauh di bawah harga pasar, memastikan ketersediaan obat terapi Covid-19 seperti azithromycin, oseltamivir, chloroquine, dan remdesivir.
Holding BUMN Farmasi fokus untuk memastikan ketersediaan produk dengan meningkatkan kapasitas produksi dan memastikan ketersediaan bahan baku yang harganya sempat meningkat sampai 600% saat pandemi karena lockdown.
Holding BUMN Farmasi juga berkolaborasi dengan start-up dan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) untuk menciptakan PCR Test Kit tes yang lebih affordable namun memiliki golden standard (WHO) sehingga mampu menurunkan harga test di pasaran.
Holding BUMN Farmasi turut menyediakan vitamin dan alat kesehatan di seluruh outlet apotek Kimia Farma, serta melakukan inovasi Mobile Lab BSL-3 sehingga dapat melakukan test PCR di daerah yang kekurangan kapasitas tes.
Penyediaan vaksin Covid-19 dari berbagai macam platform yang diperoleh melalui hubungan bilateral dan multilateral juga dilakukan oleh Holding BUMN Farmasi. Terhitung tanggal 24 September 2021 sudah terdistribusi sebanyak lebih dari 175 juta dosis vaksin.
Holding BUMN Farmsi juga menerapkan Sistem Manajemen Distribusi Vaksin (SMDV) untuk memastikan distribusi vaksin yang real time, sehingga kualitas vaksin akan tetap terjaga sejak meninggalkan gudang distribusi Bio Farma sampai vaksin digunakan di masyarakat.
Sumber Kontan, edit koranbumn