Direktur Teknik Indonesia Financial Group (IFG), Rianto Ahmadi mengungkapkan bahwa kompetensi pengelola risiko anak usaha IFG di bidang asuransi umum masih sangat lemah. Hal ini menjadi tantangan terbesar bagi IFG, sebagai Holding BUMN Asuransi dan Penjaminan, yang harus segera diselesaikan.
“Kami sadari beberapa perusahaan asuransi umum di bawah bendera IFG, mengenai kompetensi kuantifikasi risiko, katakanlah keaktuariaan, itu secara umum masih sangat lemah,” ujar Rianto dalam webinar Pembenahan Tata Kelola Asuransi Nasional, Kamis (23/12/2021).
Oleh karena itu, untuk memperkuat manajemen risiko anak usahanya, IFG merekrut banyak tenaga-tenaga aktuaris untuk ditempatkan di anak-anak usahanya. Di level direksi, IFG juga mengupayakan penguatan dari sisi keaktuariaan, manajemen risik, dan underwritting.
“Di holding pun kami buat satuan kerja aktuaria. Di perusahaan anak, kami wajibkan harus ada satuan kerja akturia, yang belum punya harus punya,” katanya.
Menurutnya, penguatan manajemen risiko ini penting terutama karena asuransi umum kini tak hanya bermain produk tradisonal, tetapi juga telah merambah asuransi kredit. Berbeda dengan risiko kematian yang memiliki pola sehingga lebih mudah ditangani, risiko pada asuransi kredit sangat sensitif terhadap banyak faktor dan tidak mudah ditangani.
“Bayangkan perusahaan ini bermain di asuransi kredit pakai premi tunggal, kontrak dikunci 15-20 tahun dan kalau tidak cukup mengerti mengenai metodologinya, keteknisannya, ya, repot juga. Rating preminya juga jadi salah, terus mencadangkannya, mengukur risikonya dalam perjalanan ke depan juga jadi salah. Jadi timbulah masalah-masalah,” jelas Rianto.
“Satu hal yang boleh dikatakan quick win, yang dilakuakan di perusahaan-perusahaan asuransi umum ini, kami mulai isi dengan akutaris-aktuaris sekarang. Semangat keaktuariaan memang perlu dibangun di industri asuransi umum, regulator juga mendukung ke situ. Ini harus dipercepat,” imbuhnya.
Sumber Bisnis, edit koranbumn