PT Pembangunan Perumahan (Persero) Tbk. atau PT PP melansir sejumlah pemilik proyek meminta penundaan pengerjaan proyek seiring dengan kinerja perusahaan yang terganggu akibat pandemi virus corona (Covid-19).
Direktur Keuangan dan Manajemen Risiko PT PP Agus Purbianto mengatakan beberapa pemilik proyek yang meminta penundaan antara lain PT Angkasa Pura II (Persero) atau AP II dan PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) atau PLN.
Menurut Agus, kedua BUMN itu meminta penundaan pengerjaan proyek karena likuiditas perusahaan terganggu akibat pandemi virus corona. Kondisi operasional perusahaan juga terimbas penurunan aktivitas penerbangan.
Sementara itu, PLN meminta penundaan karena kapasitas listrik saat ini diperkirakan akan oversupply karena kebutuhan listrik menurun.
“Kalau Covid-19, tidak tuntas dalam 3 bulan kami akan lihat lagi potensi dari owners [pelanggan] kami, sementara ini kan baru ada beberapa yang tidak bisa bayar, kalau ini berlanjut semua akan kena, akan saling mengunci, efeknya berantai,” ungkapnya kepada Bisnis, Jumat (1/5/2020).
Dia menjelaskan dengan tersendatnya arus kas penerimaan, perseroan juga berupaya menekan arus kas pengeluaran. Salah satu cara yang dilakukan adalah penjadwalan ulang pembayaran kepada vendor dalam proyek konstruksi. Rata-rata pembayaran dari 90 hari diperpanjang menjadi 180 hari.
Emiten berkode saham PTPP ini juga menarapkan cash isolation, untuk tiap-tiap proyek yang dikerjakan. Proyek dengan potensi pembayaran lancar akan digenjot, sementara yang berpotensi tersendat akan diperlambat pengerjaannya.
Perseroan turut melakukan efisiensi terhadap sejumlah biaya overhead. Efisiensi juga dilakukan lewat pengurangan gaji dari sisi tunjangan untuk pada mulai dari level menengah hingga level teratas manajemen. Perseroan juga mulai melakukan pengurangan tenaga kerja, khususnya yang masih berstatus pegawai kontrak.
Dia menegaskan bahwa efisiensi ini sudah disosialisasikan kepada para karyawan PT PP. Menurutnya, upaya ini semata dilakukan untuk menjaga kelangsungan usaha perseroan.
“Efisiensi itu paling mengkontribusi agar kami tidak rugi. Yang memang sulit adalah menurunkan beban bunga, karena banyak proyek yang prosesnya investasi,” jelasnya.
Dia menjelaskan perseroan juga akan membatasi kegiatan pendanaan pada tahun ini. Perseroan akan lebih mengandalkan plafon cash loan (CL) dan non-cash loan yang mencapai sekitar Rp46 triliun. Perseroan kemungkinan hanya akan menarik kredit investasi senilai Rp5 triliun saja pada tahun ini.
Di luar itu, perseroan juga menunda penerbitan perpetual bond atau obligasi bunga abadi ke tahun depan. Untuk tahun ini, penerbitan obligasi hanya dilakukan di oleh PT PP Properti Tbk. untuk melunasi surat utang berupa medium term notes (MTN) dan obligasi yang akan jatuh tempo tahun ini.
“Secara akumulatif kami masih punya kita punya Rp16 triliun untuk CL, untuk noncashloan-nya di Rp30 triliun. Untuk yang terbit di tahun ini saja untuk kredit investasi, kami kejar Rp5 triliun, akan digunakan untuk PP Properti Rp2 triliun, dan PP Presisi,” jelasnya.
Berdasarkan laporan keuangan 2019, perseroan memiliki total liabilitas keuangan dengan nilai total Rp41,27 triliun yang diperkirakan jatuh tempo hingga 5 tahun ke depan. Dari sisi pembayaran kontraktual yang tidak terdiskontokan, total liabilitas yang akan jatuh tempo dalam 3 bulan hingga 1 tahun mencapai Rp27,64 triliun.
Sementara itu, total liabilitas keuangan yang jatuh tempo dalam 1 bulan—3 bulan mencapai Rp1,47 triliun. Adapun, liabilitas dengan umur paling pendek yakni kurang dari 1 bulan tercatat sebanyak Rp188,98 miliar.
Sumber Bisnis, edit koranbumn