Induk usaha pertambangan milik negara PT Indonesia Asahan Aluminium (Persero), atau INALUM, menyambut baik putusan Mahkamah Agung (MA) yang menolak gugatan uji materil materil atas Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 47 tahun 2017 tentang Penambahan Penyertaan Modal Negara ke Dalam Modal Saham Inalum yang diajukan oleh beberapa pihak. Putusan MA itu telah keluar pada 6 Maret, 2018.
Hasil putusan atas perkara ini menegaskan PP 47/2017 tidak melanggar ketentuan Undang-Undang (UU) BUMN dan UU Keuangan Negara, sehingga tetap sesuai dengan tujuan Undang-Undang Dasar (UUD 45) pasal 33 ayat 2 dan 3. Budi G. Sadikin, Direktur Utama INALUM, mengatakan, “Putusan MA tersebut memberikan kepastian hukum terkait status Holding industri pertambangan. Keberadaan Holding, sebagai kepanjangan tangan negara, justru merupakan wujud nyata pelaksanaan UUD 1945 pasal 33.” Budi menambahkan, “Semoga putusan ini akan meyakinkan semua pihak terkait tujuan utama Holding, yaitu untuk benar-benar menerapkan amanat UUD 1945 dimana cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara; dan bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.”
Holding Industri Pertambangan INALUM resmi dibentuk pada 27 November 2017 dan INALUM menjadi induk perusahaan serta PT Aneka Tambang (Antam) Tbk, PT Bukit Asam Tbk, dan PT Timah Tbk menjadi anggota Holding. Pembentukan Holding ditandai dengan disetujuinya akta pengalihan saham seri B, yang terdiri atas Antam sebesar 65%, Bukit Asam sebesar 65,02%, Timah sebesar 65%, serta 9,36% saham PT Freeport Indonesia yang dimiliki pemerintah, kepada INALUM dalam rangka penambahan penyertaan modal negara ke dalam modal perseroan. Holding INALUM memiliki aset Rp 91,86 triliun, pendapatan Rp 47,18 triliun dan keuntungan bersih Rp 6,81 triliun berdasarkan laporan keuangan (unaudited) 2017.
Sumber Situs Web INALUM