Jika tidak ada aral melintang, realisasi pertumbuhan ekonomi Indonesia kuartal II 2020 akan diumumkan , Rabu 5 Agustus 2020. Tak sedikit lembaga riset yang memprediksi ekonomi Indonesia pada kuartal II 2020 ini akan terkontraksi antara 4% sampai 6%.
Yang terbaru, Danareksa Institute baru saja merilis risetnya yang memprediksi ekonomi Indonesia akan terkontraksi alias minus 3,58% pada kuartal II, secara tahunan alias year on year.
Lewat risetnya bertajuk : Q2 2020 GDP Outlook: Bottoming Out, tim riset Danarekasa RI menyatakan: ekonomi Indonesia akan terkoreksi secara kuartalan maupun tahunan akibat pandemi corona alias Covid-19.
Riset yang dipimpin oleh Kepala Riset Ekonomi Danareksa Moekti P Soejachmoen menyebut, kontraksi ekonomi Indonesia terjadi karena pandemi covid-19 semakin meningkat pada periode tersebut. Ini nampak dari jumlah kasus virus corona yang meningkat dari 1.400 kasus pada akhir Maret menjadi 56.000 pada akhir Juni 2020.
“Semua indikator ekonomi menunjukkan penurunan dan pertumbuhan yang lebih lemah,” ungkap Moekti dalam keterangan resmi, Senin (3/8).
Prediksi kontraksi ekonomi nasional nampak dari penjualan eceran yang turun 17,37% secara tahunan pada kuartal II 2020. Pun dengan penjualan mobil dan sepeda motor, yang juga melandai, dengan penurunan masing-masing sebanyak 89,44% dan 79,7%
Pertumbuhan kredit konsumen juga relatif lemah di kisaran 2,32%. Ini adalah indikasi lemahnya permintaan pinjaman alias hipotek dan kredit kendaraan serta pinjaman multiguna, termasuk kartu kredit.
“Berlakunya pembatasan jarak, sosial skala besar memberikan kejutan besar untuk konsumsi rumah tangga karena orang menahan atau mengurangi konsumsi mereka,” ujarnya
Lemahnya permintaan konsumen juga nampak dari turunnya indeks kepercayaan konsumen menjadi 72,63 pada kuartal II 2020. Penurunan didorong oleh aktivitas ekonomi yang lemah, terbatasnya ketersediaan lowongan kerja, dan pembatasan perekrutan karyawan baru.
Sementara, konsumsi masyarakat yang lemah tidak sepenuhnya bisa ditutup oleh stimulus dari belanja negara. Realisasi belanja pemerintah juga lemah, yakni baru mencapai kisaran 39,02% dari total pagu anggaran belanja.
Minimnya belanja lantaran pendapatan pemerintah baru 47,72%, terkontraksi 9,75%secara tahunan. Oenerimaan pajak baru 44,49%atau terkontraksi 9,4%karena pendapatan bisnis yang lemah dan insentif pajak yang disediakan oleh pemerintah.
Indikator pertumbuhan lainnya seperti investasi juga turun. Penjualan semen dan impor barang masing-masing turun 20,36% dan minus 20,07%. Sedangkan pertumbuhan kredit investasi cuma mencapai 5,61%. “Penurunan investasi pada kuartal II 2020 mencerminkan keterlambatan dalam berbagai kegiatan konstruksi, serta pembelian mesin dan peralatan lainnya yang lebih rendah,” terang Moekti.
Lemahnya konsumsi dan investasi mempengaruhi pasokan nampak dalam Indeks Manufaktur (Prompt Manufacturing Index/PMI) yang berkontraksi 44,76%. Penurunan terdalam berasal dari sektor tekstil minus 62,75%.
Untuk kuartal III 2020, Danareksa Research Institute belum memberikan proyeksi angka pertumbuhan ekonomi, namun prediksinya bisa meningkat lebih tinggi dari kuartal II 2020. Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang mulai dilonggarkan mendorong ekonomi.
Dorongan lainnya adalah peraturan pemerintah dan lembaga dan diterjemahkan ke dalam konsumsi yang lebih tinggi dan penyerapan anggaran negara yang lebih cepat.
Sumber Kontan, edit koranbumn