PT Indofarma Tbk. (INAF) mempercepat pengadaan 100.000 paket rapid test corona yang didatangkan dari China dan Korea. Pengadaan ini sebagai bagian dari pemenuhan permintaan alat tes cepat pendektesian virus corona atau Covid-19 di Tanah Air.
Direktur Utama Indofarma Arief Pramuhanto mengatakan setelah gelombang alat tes cepat ini datang, perusahaan juga langsung bersiap jika pemerintah meminta dilakukan tambahan importasi jika permintaan alat rapid test meningkat.
“Kalau barangnya, inshallah Rabu (25/3/2020) atau Kamis (26/3/2020) minggu depan sudah datang. Sebagai BUMN alkes (alat kesehatan), kita memang diminta. Jadi, intinya kita keroyokan saja,” ujar Arief kepada Bisnis, Jumat (20/3/2020).
Rapid test merupakan salah satu tes untuk mendeteksi virus corona atau Covid-19. Alat tes cepat ini bekerja dengan mengambil sampel darah pasien. Menurut Arief, alat tes ini nantinya akan didistribusikan ke 29 cabang dengan target potensi pasien positif corona terbanyak seperti Jakarta, Bandung, Yogyakarta, Surabaya dan Bali.
“Rapid test itu digunakan untuk orang-orang yang memang sudah ada gejala awal Covid-19. Didistribusikan ke rumah sakit, klinik, dokter, dan tidak diperjualbelikan bebas,” ungkap Arief.
Selain rapid test, Indofarma juga berupaya untuk mengimpor lagi 5.000 paket thermoter dari China. Perseroan dengan kode saham INAF tersebut juga menyebut sudah melakukan kerjasama dengan uji coba pengadaan 500.000 pieces masker melalui perusahaan manufaktur lokal pada bulan April mendatang.
Adapun, Arief menyatakan saat ini Indofarma masih memiliki persediaan hand sanitizer dan disinfektan yang dapat ditemukan di 1.300 cabang outlet Kimia Farma di seluruh Indonesia.
Dihubungi terpisah, Direktur Keuangan Indofarma Herry Triyatno menyatakan selain alat-alat kesehatan dasar, Indofarma juga menyiapkan isolation transport untuk membantu evakuasi.
Tempat tidur isolasi tersebut dilengkapi dengan sistem filtrasi tersendiri untuk memberikan perlindungan maksimum untuk keselamatan operasional baik bagi pasien yang terkontaminasi dan tim operasional.
“Sudah ready di kami. Kami terus produksi karena tidak hanya berfungsi untuk COVID-19 tapi penyakit menular lainnya,” ujar Herry
Herry mengatakan sejauh ini ia belum bisa menyebutkan angka pasti nilai impor alat-alat kesehatan yang dilakukan oleh Indofarma karena kebutuhannya yang semakin meningkat. Ia juga berharap pelemahan rupiah atas dolar AS hanya sentimen pasar mengingat fundamental ekonomi Indonesia terbilang masih tangguh.
“Semoga juga provider alkes untuk menanggulangi Covid-19 bertambah, sehingga harga menjadi lebih murah,” tuturnya.
RAPID TEST BELUM TENTU AKURAT
Di sisi lain, peneliti bioteknologi dari A-Star Singapura, Samira Husen Alamudi menyatakan rapid test sebagai alat deteksi dini Covid-19 atau virus corona belum tentu akurat menjamin keberadaan virus di dalam tubuh.
“Rapid test itu mendeteksi antibodi dalam tubuh, bukan mendeteksi virus. Alat ini merespon tubuh setelah 7 sampai 10 hari terpapar virus,” ungkapnya melalui wawancara di radio MNC Trijaya, Sabtu (21/3/2020).
Dibanding rapid test, menurutnya PCR atau Polymerase Chain Reaction yakni pemeriksaan spesimen dari swab tenggorokan dan mulut dapat lebih akurat mengetahui DNA virus dalam tubuh meski prosesnya terbilang lama.
Namun untuk kondisi seperti saat ini, rapid test dianggap efektif dan efisien mendeteksi ketahanan tubuh orang terhadap virus mematikan tersebut. Meskipun, jika hasil rapid test negatif belum tentu orang tersebut tidak terpapar virus corona.
Samira mengatakan melalui informasi yang beredar, perusahaan komersial menjual 20 alat rapid test tersebut dengan kisaran harga US$2.000.
“Saya mengimbau orang-orang untuk let’s do our part. Kita mencegah dengan menjaga kebersihan, rajin cuci tangan dan melakukan social distancing,” pungkasnya.
Sumber Bisnis, edit koranbumn