Dalam rangka mempromosikan skema Pembiayaan Investasi Non Anggaran Pemerintah (PINA) sebagai pembiayaan ekuitas proyek infrastruktur dan proyek strategis yang layak dari sisi keuangan dan komersial kepada sektor swasta dan BUMN, Kementerian PPN/Bappenas menyelenggarakan PINA Day 2018: Pembiayaan Proyek Infrastruktur dan Struktur Kerjasama PINA.
Dalam sambutan kuncinya, Menteri PPN/Kepala Bappenas Bambang P.S. Brodjonegoro mengatakan acara ini bertujuan untuk memperkuat komitmen bersama dalam pembangunan infrastruktur. “Meskipun PINA sudah berdiri sejak 2016, kami melihat perlunya momentum untuk memperkuat komitmen dalam mendorong pembangunan infrastruktur tanpa menggunakan APBN. Kita mendorong swasta dan BUMN untuk mendukung investasi infrastruktur, yang nantinya bermanfaat mendorong pertumbuhan ekonomi. Karena APBN terbatas, Bappenas ingin memfasilitasi creative financing dan alternative financing yang berlaku baik untuk swasta maupun BUMN,” jelas beliau.
Menurut Menteri Bambang, infrastruktur merupakan kunci bagi Indonesia untuk menjadi negara maju. “Apabila kita ingin menjadi negara maju, kita membutuhkan banyak kelengkapan. Salah satu environment yang mendukung mengalirnya modal ke Indonesia dan memberikan dampak bagi perekonomian Indonesia adalah infrastruktur. Sebagai contoh, apabila kita tidak address masalah kemacetan di Jakarta, lama kelamaan pertumbuhan akan semakin pelan, karena tidak ada input melalui modal dan infrastruktur yang dapat mendorong output atau pertumbuhan ekonomi. Lama-lama, infrastruktur bukan lagi faktor pendukung, tetapi menjadi faktor penghambat pertumbuhan,” ujar beliau.
Berdasarkan rata-rata standar global, stok infrastruktur terhadap PDB adalah 70 persen. Pada 2012 dan mungkin tidak berbeda jauh dengan kondisi saat ini, stok infrastruktur Indonesia terhadap PDB masih 32 persen, di bawah standar global. “Kalau kita bicara negara maju, Jepang itu standar infrastrukturnya di atas 100 persen, atau lebih besar daripada GDP-nya. China sudah hampir 80 persen. Amerika Serikat sebesar 75 hingga 76 persen. Jadi, harusnya kalau Indonesia mau menjadi negara maju, maka kita akan bermimpi kalau kita tidak pernah membangun infrastruktur,” tegas beliau.
Menurut beliau, pembangunan infrastruktur harus dilakukan sedini mungkin, karena proyek infrastruktur membutuhkan jangka waktu menengah panjang. Sebagai contoh, Pembangunan pembangkit listrik membutuhkan waktu tiga hingga empat tahun. “Kalau ada pemerintahan yang mengatakan saya tahu infrastruktur penting, namun mengatakan biar pemerintahan berikutnya yang membangun infrastruktur, itu artinya dia tidak mau dikenai beban memikirkan infrastruktur. Pemerintahan yang peduli dengan masa depan Indonesia adalah yang berpikir apabila Indonesia mau menjadi negara maju ketika tahun 2045, infrastrukturnya harus dibangun dari sekarang,” jelas Menteri Bambang.
Sebagai contoh, Menteri Bambang menjelaskan pembangunan MRT Jakarta yang terlambat. MRT Jakarta yang sudah didesain pada 1990-an baru mulai konstruksi pada 2013. “Kalau kita terlambat membangun infrastruktur, akan ada wasting of resources, energy, dan money. Kita benar-benar telah menyia-nyiakan potensi ekonomi yang harusnya sudah berkembang sejak 1990-an, kita diamkan sampai tahun 2013. Yang menyedihkan dalam konteks MRT tersebut adalah masih diskusi klasik tentang financial benefit versus economic benefit. Sampai kapanpun proyek MRT dimana pun di dunia, jarang yang bisa profit. Harusnya, kita berpikir economic benefit. Mungkin uang secara riil tidak kelihatan, tapi manfaatnya dapat dihitung dengan pendekatan ekonomi, bukan dengan pendekatan finansial,” jelas Menteri Bambang.
Untuk itu, pemerintah saat ini melalui Kementerian PPN/Bappenas sangat berkomitmen mengarah pembangunan infrastruktur pada PINA dan merangkul sektor swasta dan BUMN. “Kita harap yang berpartisipasi dalam PINA adalah murni sektor swasta dan BUMN yang tidak mencari PMN. Kita menerapkan PINA di sini karena di negara lain sudah menjadi best practice. Di negara-negara seperti China, Kanada, dan Australia, peranan swasta dalam infrastruktur cukup masif karena keterlibatan dana pensiun mereka. Dana-dana pensiun mereka masuk ke investasi langsung karena tingkat return-nya yang lebih tinggi dibandingkan deposito. Di sinilah kita perlu mendorong semangat berinvestasi di infrastruktur itu masuk kepada pengelolaan dana jangka panjang kita, khususnya dana pensiun,” kata beliau.
Sama seperti ketiga negara tersebut, beberapa dana jangka panjang di Indonesia adalah life insurance, dan belakangan juga ada dana haji, dan utamanya dana pensiun. Menurut Menteri Bambang, kita memiliki dana pensiun yang besar, antara lain: dana pensiun Bank Indonesia, dana pensiun Pertamina, dana pensiun PLN, dan BPJS Ketenagakerjaan. “Sayangnya, Indonesia masih melakukan investasi as usual karena pesertanya ‘kurang rewel’. Ketika nanti terima dana pensiun sekian, mereka terima saja. Ini yang membedakan dengan dana pensiun di luar, karena mereka berhadapan dengan peserta yang sangat kritis apabila pengelola dana pensiun tersebut tidak pandai berinvestasi,” ujar beliau.
Selanjutnya Menteri Bambang menjelaskan bagaimana swasta dan BUMN dapat berpartisipasi. Melihat pertumbuhan ekonomi, penduduk, dan pendapatan per kapita yang terus membaik, infrastruktur adalah lahan investasi yang potensial bagi swasta dan BUMN di Indonesia. “Ada dua jenis investor. Ada yang financial investor dan ada yang infrastructure investor. Kedua jenis investor ini punya appetite yang berbeda. financial investor biasanya tidak peduli kalau dia minoritas, selama dia bisa pegang porsi tertentu di dalam proyek infrastruktur. Kalau dia adalah infrastructure investor, dia benar-benar mencari mayoritas dan sanggup menyuntikkan modal yang lumayan besar,” jelas Menteri Bambang.
Sekarang Kementerian PPN/Bappenas juga memperkenalkan project recycle sebagai bagian dari PINA. Pertama, swasta dan BUMN dapat berpartisipadi dari level greenfield, yaitu ketika proyek baru dibangun. Greenfield ini selalu bersifat high risk-high return, karena berpotensi masalah pembebasan tanah dan penundaan proyek, namun menurut Menteri Bambang apabila berhasil, return-nya akan luar biasa. Kedua, apabila ingin mengurangi resiko, maka dapat masuk ke level brownfield, yaitu proyek-proyek yang sudah dapat menghasilkan cashflow, tidak harus untung, tetapi sudah ada revenue. “Proyek-proyek jenis ini yang akan ditawarkan di acara PINA Day ini. Tentunya proyek brownfield secara harga sudah mahal dari pada greenfield, tapi tetap saja ini bisa memberikan return yang lumayan,” kata beliau.
Terakhir, operational, yaitu proyek-proyek yang sudah lama beroperasi tetapi ingin mencari tambahan modal baru dengan melibatkan investor baru. Kepastian revenue-nya yang memang tinggi membuat pemerintah melakukan sekuritisasi, divestasi, maupun limited consesion scheme. “Skema konsesi terbatas ini sukses besar mengembangkan bandara di Turki. Sekarang Istanbul akan membangun bandara baru pengganti Ataturk International Airport, yang runway-nya sampai lima. Hebatnya tidak menggunakan APBN atau 100 persen adalah swasta. Indonesia dengan Turki sama-sama emerging economy, tetapi sektor swasta mereka sudah begitu maju di infrastruktur, kita tidak,” jelas beliau.
Proyek PINA yang sudah jalan dan ada deal adalah Waskita Toll Road – 15 Ruas Tol Jabodetabek. “Terimakasih untuk Taspen dan SMI yang sudah berani menjadi pelopor equity participation. Saya katakan Taspen dan SMI ini masih plat merah, masih BUMN. Saya masih menunggu partisipasi yang benar-benar pure swasta untuk bisa terlibat lebih jauh,” jelas beliau. Dalam waktu dekat, yang kita akan dorong adalah PLTU PP Energi di Aceh dan Waskita Toll Road tahap dua.
Pada akhir sambutan, Menteri Bambang mengajak peserta untuk merubah mindset tentang pihak yang bertanggung jawab untuk membangun infrastruktur. “Membangun infrastruktur bukan hanya tugas pemerintah. Infrastruktur itu bisa terbangun bukan karena pemerintahnya menjadi one-man show mengerjakan segalanya. Infrastruktur bisa dibangun lebih cepat kalau ada peranan pemerintah dan didukung penuh oleh sektor swasta dan BUMN. Saya bercita-cita, suatu saat ada pemain Indonesia di bidang infrastruktur yang kelas internasional. Hal ini hanya dapat terjadi kalau kita sudah paham pentingnya infrastruktur, potensi proyek, dan paling penting adalah implementasinya,” pungkas beliau.
Sumber Siaran Pers Bappenas