PT Kereta Api Indonesia (Persero) atau KAI mengajukan nilai pembengkakan biaya atau cost overrun proyek Kereta Cepat Jakarta – Bandung maksimal mencapai U$1,9 miliar atau sekitar Rp28,2 triliun.
Direktur Utama KAI Didiek Hartantyo menjelaskan nilai kajian cost overrun yang didapat dari audit Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP) mencapai US$1,17 miliar.
Ini sesuai Peraturan Presiden Nomor 93/2021 Percepatan Penyelenggaraan Prasarana dan Sarana Kereta Cepat Jakarta-Bandung, memang pembengkakan biaya harus direview oleh BPKP.
BPKP dalam review yang pertama keluar angka pembengkakan biaya KCJB sebesar US$1,675 miliar. Kemudian review berikutnya keluar angka US$1,176 miliar atau setara Rp16,8 triliun.
Namun, pihaknya meminta agar nilai tersebut dapat dimaksimalkan menjadi US$1,9 miliar. Pasalnya, dia menilai review itu belum final, dan memperkirakan masih ada beberapa hal yang berpotensi terjadi di kemudian hari.
Didiek juga mengatakan dengan nominal tersebut, perseroan masih bernegosiasi dengan pihak China Development Bank (CDB) soal pembiayaan yang ada.
“Pembengkakan biaya itu, kami minta range sampai maksimum US$1,9 miliar. Review BKPK belum final masih ada kemungkinan beberapa hal terjadi. Jadi kami perkirakan total yang maksimal adalah US$1,9 miliar,” ujarnya, Kamis (23/6/2022).
Dia menuturkan pendanaan tersebut diharapkan dapat dipenuhi 75 persen dari CDB, 25 persen sisanya dari konsorsium PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC). Dari konsorsium tersebut, 60 persen Indonesia dan 40 persen China. KAI telah mengajukan senilai Rp4,1 triliun.
Adapun Didiek juga memaparkan bahwa sampai dengan Mei 2022, Penyertaan Modal Negara (PMN) tahun 2021 untuk proyek KCJB sebesar Rp4,3 triliun sudah terserap sebesar 83 persen. Dengan progres fisik pembangunan per Juni 2022 sebesar 75,47 persen dan progres investasi sebesar 84,18 persen per Juni 2022.
Sebelumnya diberitakan, Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) menyebut ada potensi pembengkakan biaya atau cost overrun proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung hingga mencapai Rp2,3 triliun.
Direktur Utama PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) Dwiyana Slamet Riyadi mengatakan potensi pembengkakan biaya hingga Rp2,3 triliun ini disebabkan oleh pajak dari transaksi antara KCIC dengan PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia (PSBI).
Dia menuturkan pengadaan lahan di Kereta Cepat Jakarta-Bandung, tidak bisa dilakukan oleh KCIC sendiri, tapi dilakukan oleh PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia (PSBI). Hal itu berdasarkan Undang-undang Nomor 2 tahun 2012.
Rekomendasi dari pemerintah waktu itu, kata dia, PSBI sebagai anak perusahaan BUMN bisa melakukan itu dan KCIC yang membiayai.
Di situ ada mekanisme pinjaman, di mana agar KCIC bisa menggunakan lahan yang dibebaskan oleh PSBI, PSBI meminta penerbitan hak pengelolaan lahan (HPL) kepada negara atas pembukaan lahan tersebut. Kemudian nantinya terbit HPL, kemudian untuk bisa digunakan oleh PT KCIC, perseroan menerbitkan hak guna bangun (HGB) atas nama PT KCIC di atas HPL-nya PT PSBI.
Sumber Bisnis, edit koranbumn