PT Kereta Commuter Indonesia (KCI) atau KAI Commuter tak mau menyerah kendati izin impor KRL untuk peremajaan kereta belum direstui.
VP Corporate Secretary KAI Commuter Anne Purba menuturkan perusahaan terus mengupayakan rencana impor gerbong KRL bekas dari Jepang untuk menggantikan rangkaian yang akan dipensiunkan.
Dia menjelaskan, total rangkaian KRL Jabodetabek yang akan dipensiunkan berjumlah 29 rangkaian kereta (trainset). Secara rinci 10 trainset akan dipensiunkan pada 2023, dan 19 lainnya menyusul pada 2024.
“Pasti akan kami terus upayakan, makanya semua stakeholder kami libatkan dalam focus group discussion [FGD]. Kami juga mendatangi stakeholder terkait untuk komunikasikan ini,” jelasnya saat ditemui di Kantor PT KCI, Jakarta, Selasa (28/2/2023).
Anne mengatakan peremajaan armada KRL ini amat diperlukan untuk menjaga kualitas pelayanan PT KCI. Apalagi, saat ini mobilitas masyarakat juga semakin tinggi menyusul dicabutnya status pandemi virus corona dan kebijakan PPKM.
Dia melanjutkan, peremajaan armada juga akan mendukung kegiatan operasional KRL yang menargetkan lebih dari 1 juta penumpang per harinya di wilayah Jabodetabek. Anne menuturkan, volume penumpang KRL pada awal tahun telah mencapai sekitar 800.000 per harinya.
“Apalagi, kita ini disubsidi pemerintah. Bagaimanapun, ketersediaan sarana, banyaknya frekuensi perjalanan, layanan, dan safety, adalah KPI yang harus dipenuhi,” jelasnya.
Anne memaparkan, pihaknya telah meminta dan menerima izin teknis kepada Kementerian Perhubungan untuk peremajaan armada KRL. Dia juga mengkonfirmasi saat ini izin impor belum diberikan oleh Kementerian Perindustrian (Kemenperin).
Dia menambahkan, KCI mengajukan permohonan importasi gerbong KRL melalui Kementerian Perdagangan yang kemudian diteruskan ke Kemenperin.
Untuk mengantisipasi izin importasi yang tidak disetujui, PT KCI akan melakukan rekayasa operasional. Dia memaparkan upaya perawatan dan pembaruan teknologi akan dilakukan pada gerbong KRL yang lama.
Meski demikian, Anne mengatakan hal ini akan membutuhkan waktu persiapan yang cukup lama, sehingga berpotensi menghambat kelancaran operasional.
Sumber Bisnis, edit koranbumn