Terowongan Wilhelmina merupakan terowongan kereta api terpanjang di Indonesia. Terowongan ini berada dijalur mati Banjar – Pangandaran – Cijulang. Pada lintas jalur mati tersebut terdapat 4 terowongan yaitu terowongan Philips dengan panjang 280 M, Hendrik dengan panjang 105 M, Juliana dengan panjang 127,4 M, dan terowongan Wilhelmina yang mempunyai panjang 1.116 M. Terowongan Wilhelmina dibangun pada 1914 serta mulai dioperasikan pada 1 Januari 1921 oleh perusahaan kereta api Staats Spoorwegen (SS) yang saat ini berubah nama menjadi PT Kereta Api Indonesia (Persero). Namun terowongan ini kemudian menjadi non aktif, seiring ditutupnya jalur ini pada 3 Februari 1981. Inilah yang menyebabkan kondisi terowongan Wilhelmina pada saat ini sungguh memprihatinkan, dengan rel yang hilang dan muka terowongan yang tidak terurus, dirambati akar-akar tanaman semak belukar.
Kegiatan Bakti Prasarana di Terowongan Wilhelmina
VP Public Relations KAI Agus Komarudin mengungkapkan, upaya reaktifasi jalur akan terus dilakukan. Hal ini dikarenakan melihat potensi ekonomi serta dampak keberlangsungan akses transportasi menuju Pangandaran ke depannya. Selain itu, meski jalur tersebut sejak lama tidak beroperasi, namun sisa-sisa kejayaan transportasi massal tersebut masih menyisakan bekas berupa bangunan bersejarah. Tentunya, hal tu bisa menarik wisatawan untuk dijadikan destinasi wisata.
Oleh karena itu, KAI berupaya untuk melestarikan dan mempertahankan asset bangunan cagar budaya di Indonesia yang bernilai tinggi. Wujud upaya tersebut salah satunya mengadakan kegiatan Bakti prasarana di bangunan terowongan dengan bekerjasama dengan komunitas pecinta KA yaitu IRPS (Indonesia Railway Preservation Society) dan KAB (Kereta Anak Bangsa). Pelaksanaan kegiatan berlangsung bertahap mulai tanggal, 11-12 Agustus 2018 dan tanggal 17-19 Agustus 2018 dengan dibantu masyarakat sekitar, Pencinta Kereta Api, Pemerhati Sejarah, komunitas daerah yaitu Rumah Plankton dan Pecinta Alam.
Kegiatan berupa perbaikan pada dinding muka terowongan yang rusak, pengecatan dinding muka terowongan, membersihkan saluran air, pemasangan prasasti pada dinding muka terowongan serta sosialisasi agar dapat menjaga keberadaan bangunan tersebut dan pemaparan sejarah perkeretaapian di Jawa Barat khususnya di jalur Banjar – Pangandaran-Cijulang, kepada Warga sekitar. Selain perawatan bangunan terowongan, dilakukan pula pemasangan prasasti di dinding muka terowongan Wilhelmina, Juliana, Hendrik, dan Phillip juga Jembatan Cipamotan/Cikacepit. Kegiatan sosialisasi pelestarian aset bangunan bersejarah kepada masyarakat daerah desa pamotan dan sekitarnya disampaikan oleh Aditya Dwi Laksanas selaku Pemerhati Transportasi dan Sejarah kereta Api, Intrias Herlistiarto Peneliti Sejarah perkeretaapian dan Asep Suherman Pemerhati dan Peneliti Sejarah jalur KA.
Antusiasi warga sangat tinggi dengan mengikuti dan membantu selama kegiatan perbaikan dan pengecatan terowongan berlangsung. Salah satu warga Desa pamotan Nono juga mengatakan bahwa upaya KAI dalam pelestarian aset bersejarah tersebut sangat baik. Warga desa pamotan dan sekitarnya mendukung penuh upaya pelestarian dari KAI. Nono juga berharap kepada pihak pemerintah agar dapat mengaktifkan kembali jalur Kereta Api lintas Banjar-Pangandaran-Cijulang untuk pengembangan potensi ekonomi dan pariwisata wilayah Banjar, Pangandaran dan sekitarnya sekitarnya. (Public Relations KAI)
Sumber Situs Web KAI