Bank Indonesia (BI) memperkirakan hadirnya holding ultra mikro akan mendorong penyaluran penyaluran kredit di segmen usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) termasuk usaha ultra mikro, bertambah Rp280 triliun pada 2024.
Kepala Departemen Pengembangan UMKM dan Perlindungan Konsumen Bank Indonesia (BI) Yunita Resmi Sari memproyeksikan sinergi ketiga BUMN yang dikenal fokus dalam pemberdayaan usaha wong cilik itu melalui holding, akan menambah jumlah pelaku UMKM skala ultra mikro yang rata-rata plafon kreditnya di kisaran Rp10 juta.
BI memproyeksikan ada penambahan baki debet kredit UMKM senilai Rp280 triliun pada 2024. Kehadiran holding pun diperkirakan akan menambah setidaknya 4% rasio kredit UMKM perbankan nasional.
“Dengan pencapaian rasio kredit UMKM per Juni 2021 sebesar 20,51%, maka penambahan debitur ultra mikro sebanyak 28 juta debitur diperkirakan akan meningkatkan rasio kredit UMKM hingga 24,5% pada 2024,” katanya dalam keterangan tertulisnya, Senin (2/8/2021).
Data Bank Indonesia (BI) mencatat, pada Juni 2021 baki debet kredit UMKM mencapai Rp1.107,6 triliun. Jumlah tersebut bertumbuh sekitar 2,1% dari periode yang sama tahun lalu sebesar Rp1.084,3 triliun. Porsi kredit UMKM pada Juni 2021 tersebut mencapai 19,62% terhadap total kredit perbankan. Sedangkan pada Juni tahun lalu porsinya sekitar 19,30%.
Yunita pun menjelaskan pembentukan holding ultra mikro (UMi) merupakan salah satu program untuk mendorong inklusi keuangan pelaku usaha wong cilik. Sinergi ini dinilai akan semakin meningkatkan suplai pendanaan yang lebih terfokus sekaligus perluasan akses usaha masyarakat kecil.
Menurutnya perusahaan-perusahaan negara yang terlibat dalam holding memiliki keunggulan bisnis yang unik. PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk atau BRI fokus pada micro banking, PT Pegadaian (Persero) dengan pembiayaan berbasis gadai, sedangkan PT Penanaman Modal Madani (PNM) memiliki ciri khas pembiayaan kelompok dengan pemberdayaan komunal.
“Dengan pathway terintegrasi ini, pemberdayaan awal akan dilakukan oleh PNM untuk membantu kelompok pra-sejahtera, dan selanjutnya diikuti dengan Pegadaian dan BRI untuk peningkatan kapabilitas dan pengembangan usaha dengan layanan keuangan lebih luas,” imbuhnya.
Yunita menambahkan Bank Indonesia mengkategorikan 4 jenis pelaku usaha ultra mikro yang dapat menjadi target dalam pengembangan bisnis jangka menengah.
“Petani peternak dengan jumlah usaha 18 juta, pedagang pasar basah dengan jumlah 11 juta usaha, pemilik toko dan pengrajin dengan jumlah 12 juta, dan pekerja lepas dengan jumlah 6 juta usaha,” jelasnya secara rinci.
Direktur Utama BRI Sunarso mengatakan berdasarkan data dari Kementerian Koperasi dan UKM, Asian Development Bank dan juga hasil analisis perseroan, bahwa pada 2018 terdapat sekitar 45 juta usaha ultra mikro yang membutuhkan pendanaan tambahan. Sejauh ini hanya sekitar 15 usaha ultra mikro yang tersentuh pendanaan lembaga keuangan formal.
“Dengan menjangkau potensi ultra mikro, aksesibilitas layanan keuangan di segmen tersebut dapat dioptimalkan. Hal ini tentunya akan mendorong inklusi keuangan sesuai aspirasi perseroan sekaligus mendukung visi pemerintah dalam rencana pembangunan jangka menengah nasional tahun 2020-2024,” ujar Sunarso dalam konferensi pers RUPS-LB BRI secara daring belum lama ini.
Terpisah, pengamat kebijakan publik dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Satria Aji Imawan pun berkomentar senada. Menurutnya, kehadiran holding ultra mikro melalui integrasi ekosistem yang dimiliki BRI, Pegadaian dan PNM, tidak hanya bermanfaat bagi segmen UMKM dan usaha ultra mikro.
Namun, kehadiran holding juga akan menjadi langkah efektif dalam menstimulus kinerja ekonomi masyarakat bawah secara umum. Dia menyebut langkah holding yang diinisiasi Kementerian BUMN ini akan mampu menekan kesenjangan ekonomi nasional khususnya di masa pandemi Covid-19.
Dia menjelaskan kinerja ekonomi nasional masih cukup berat pada masa pandemi tahun ini. Hal itu berdampak pada semakin lebarnya kesenjangan ekonomi.
“Holding ultra mikro [langkah] baik dalam mengarahkan peningkatan kinerja usaha masyarakat kecil dan akan mampu menurunkan gap kesenjangan,” katanya.
Seperti diketahui, holding ultra mikro terus dipersiapkan pembentukannya menyusul langkah BRI menggelar RUPSLB pada Kamis (22/07) dalam rangka aksi korporasi rights issue. BRI mendapatkan persetujuan rights issue dari mayoritas pemegang saham dengan mekanisme Penambahan Modal Dengan Memberikan Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (PMHMETD).
Melalui PMHMETD pemerintah akan menyetorkan seluruh saham Seri B miliknya dalam Pegadaian dan PNM kepada BRI melalui mekanisme inbreng. Dana hasil dari aksi korporasi itu diantaranya akan dimanfaatkan oleh BRI untuk pembentukan holding tersebut.
Sumber Bisnis, edit koranbumn