Emiten pertambangan batu bara, PT Bukit Asam Tbk, melirik ekspansi pengembangan proyek energi baru terbarukan atau EBT seiring dengan insentif yang tengah disiapkan pemerintah.
Direktur Utama Bukit Asam Arviyan Arifin mengatakan bahwa perseroan berencana untuk mengembangkan proyek panel surya di lahan pasca tambang yang sudah tidak berproduksi, terutama di Ombilin, Sumatera Barat.
Dia menjelaskan bahwa umumnya investasi panel surya membutuhkan lahan yang cukup besar sehingga hal itu menjadi salah satu kendala utama investor. Pasalnya, setiap 1 megawatt (MW) yang dihasilkan dari panel surya setidaknya membutuhkan 1 hektare hingga 2 hektare.
“Jadi, untuk 100 MW dari panel surya otomatis tanah yang dibutuhkan setidaknya 200 hektare, ukuran itu untuk kami relatif tersedia. Lahan sudah kami kuasai, jadi kami tinggal bicara ke PLN untuk bisa menjadi pembeli listriknya,” ujar Arviyan saat konferensi pers kinerja semester I/2020 secara daring, Rabu (30/9/2020).
Hal itu juga didukung oleh dorongan pemerintah untuk mencapai 26 persen kontribusi EBT dalam bauran energi Indonesia pada 2025.
Apalagi, rencana ekspansi tersebut juga akan didukung dengan rencana pemerintah yang akan memberikan insentif berupa kompensasi atas harga pembelian tenaga listrik dari pembangkit EBT.
“Kami tunggu kebijakan Kementerian ESDM terkait tarif dari pembelian listrik dari solar panel, kalau harga menarik kami bisa kembangkan hal yang sama di Tanjung Enim yang lahannya cukup lebar juga,” papar Arviyan.
Adapun, belum lama ini emiten berkode saham PTBA itu membangun pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) di atap gedung Airport Operation Control Center (AOCC) Bandara Soekarno Hatta Tangerang, Banten. Pembangkit dengan kapasitas 241 kilowatt peak (kWp) akan mulai beroperasi penuh pada 1 Oktober 2020 nanti.
PTBA memasang 720 panel di atap gedung AOCC untuk listrik sebesar itu dan nantinya PLTS akan dioperasikan langsung oleh perseroan. Pembangunan pembangkit EBT ini juga menggandeng anak usaha PT LEN Industri, yakni PT Surya Energi Indotama.
Arviyan menyebutkan setelah AOCC di Soekarno Hatta, pihaknya selalu siap bekerjasama untuk mengembangkan PLTS-PLTS lain di bandara yang dikelola oleh Angkasa Pura II. Ini sekaligus mewujudkan bandara hijau ramah lingkungan (green airport).
DIVERSIFIKASI PORTOFOLIO
Di sisi lain, rencana ekspansi tersebut juga sebagai salah satu strategi perseroan mendiversifikasikan portofolio, sesuai dengan slogan perusahaan ‘Beyond Coal’.
Arviyan menjelaskan dalam 10 tahun hingga 20 tahun ke depan, PTBA berencana bertransformasi untuk tidak menjual batu bara melainkan produk olahan batu bara yang tidak berdampak ke lingkungan seiring dengan banyaknya kampanye energi ramah lingkungan dan mengurangi penggunaan bahan bakar fosil.
Saat ini, perseroan tengah mengembangkan hilirisasi batu bara dengan mitra strategis perusahaan asal Amerika Serikat, Air Products, yaitu proyek gasifikasi mengubah batu bara menjadi DME.
DME tersebut nantinya akan digunakan sebagai substitusi dari LPG yang saat ini sebagian besar masih di impor. DME itu nantinya juga bisa digunakan sebagai bahan baku industri lainnya.
Proyek DME PTBA akan dikembangkan di Tanjung Enim dan ditargetkan mulai berproduksi komersial pada 2025 dengan konsumsi batu bara sekitar 6 juta ton per tahun selama minimal 20 tahun, untuk menghasilkan 1,4 juta ton DME per tahun-nya
Sumber Bisnis, edit koranbumn