Kementerian Keuangan (Kemenkeu) melaporkan realisasi penerimaan pajak sepanjang Januari-Februari 2020 sebanyak Rp 152,9 triliun.
Angka tersebut kontraksi hingga 4,9% year on year (yoy) bila dibandingkan dengan pencapaian pada periode sama tahun lalu senilai Rp 160,9 triliun.
Realisasi penerimaan pajak tersebut, baru mencapai 9,3% dari target akhir tahun 2020 senilai Rp 1.642,6 triliun.
Proyeksi ini tumbuh drastis sekitar 23,3% terhadap realisasi penerimaan pajak 2019 yang hanya Rp 1.332 triliun meleset jauh dari target yang ditetapkan tahun lalu yakni Rp 1.577 triliun.
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menyampaikan bahwa sejumlah basis penerimaan pajak mengalami kontraksi cukup dalam terutama pajak-pajak impor dan pajak korporasi.
Dampak dari virus korona terhadap perekonomian dalam negeri telah menggerus salah satu pos penerimaan pajak terbesar tersebut.
Berdasarkan data Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) penerimaan pajak penghasilan (PPh) Badan sebanyak Rp 20,2 triliun sampai dengan Februari 2020.
Pencapaian tersebut kontraksi hingga 19,57% secara tahunan. Berbanding jauh dengan pencapaian tahun 2019 yang mampu tumbuh positif di level 40,46%.
“Ini artinya, pajak-pajak badan mengalami penurunan berarti kondisi korporasi di Indonesia turun cukup dalam,” kata Menkeu, Rabu (18/3).
Namun demikian, Menkeu bilang kinerja Pajak Pertambahan Nilai Dalam Negeri (PPN DN) masih menunjukkan pencapaian yang gemilang. Katanya, ini menandakan aktifitas produksi masih cukup moderat.
APBN mencatat realisasi Pajak Pertambahan Nilai Dalam Negeri (PPN DN) yang tumbuh positif 4,81% dengan catatan realisasi sebesar Rp 30,64 triliun. Sri Mulyani menyatakan PPN DN masih positif utamanya ditopang oleh membaiknya kinerja sektor industri.
Kendati begitu, secara umum PPN hanya mencapai Rp 55,9 triliun atau lebih rendah 3,11% daripada realisasi periode sama tahun lalu yakni Rp 57,7 triliun. Ini disebabkan oleh aktifitas impor yang menyusut sepanjang bulan lalu.
Kinerja impor yang turun ini tercermin dari realisasi PPh Migas sebesar Rp 6,6 triliun, lebih rendah daripada dua bulan awal tahun lalu senilai Rp 10,5 triliun.
“Kinerja PPh Migas turun karena lifting minyak masih di bawah target, biarpun kurs rupiah bulan lalu masih kuat,” kata Menkeu.
Sumber Kontan, edit koranbumn