Kementerian Perindustrian (Kemenperin) tengah menyusun aturan Standar Nasional Indonesia (SNI) wajib bagi produk refraktori yang diharapkan dapat diimplementasikan pada 2021. Hal ini guna menjaga daya saing industri dalam negeri dan keamanan konsumen domestik.
“Mengingat berbagai produk refraktori digunakan di area-area kritis di industri-industri proses vital nasional yang menyangkut keselamatan alat produksi, keselamatan manusia dan lingkungan. Maka layak menjadi SNI wajib,” kata Direktur Industri Semen Keramik dan Pengolahan Bahan Galian Non Logam Kemenperin Adie Rochmanto Pandiangan di Jakarta, Rabu (16/12).
Adie menjelaskan, saat ini masih dilaksanakan rapat konsensus pembahasan Rancangan Standar Nasional Indonesia (RSNI) untuk produk refraktori raming mix jenis samot dan jenis kadar alumina tinggi yang merupakan revisi SNI-15-06000-1989. Sedangkan, refraktori bahan tahan api kastabel jenis alumina dan alumina silika sebagai revisi SNI-15-0809-2001 telah selesai dibahas dalam rapat konsensus sebelumnya.
“Rapat konsensus produk refraktori ini dilaksanakan oleh Komite Teknis 81-04 melalui Surat Keputusan Kepala Badan Standardisasi Nasional Nomor 323 Tahun 2020,” ungkapnya. Rapat tersebut melibatkan berbagai pemangku kepentingan, antara lain pemerintah, para pakar dari Balai Besar Keramik Kemenperin dan perguruan tinggi, konsumen pengguna refraktori, serta pelaku usaha atau produsen refraktori.
Lebih lanjut, rapat konsensus itu dilaksanakan secara daring maupun luring dan didukung sepenuhnya oleh para pelaku usaha refraktori. Di antaranya PT Refratech Mandalaperkasa (RMP) yang merupakan perusahaan lokal yang bergerak dalam bidang manufaktur semen tahan api dan juga layanan jasa rekayasa serta aplikasi konstruki refraktori termasuk pracetak, yang berdiri sejak tahun 1992 di Citeureup, Bogor.
Selain itu, PT Benteng Api Technic atau BAT Refractories, yang merupakan produsen batu bata tahan api, semen tahan api dan material refraktori dengan produk utamanya meliputi fire clay bricks, high alumina brick, refractory mortar, castable refractory, gunning castable dan lain-lain. Perusahaan ini berdiri sejak 1997 di Surabaya.
“Berikutnya juga ada PT Benteng Api Refractorindo, PT Jaya Refractorindo Utama, dan PT Refractorindo Graha Dinamika. Kemudian PT Dinamika Rekayasa Panas, dan PT Indonesia Chemical Alumina,” sebut Adie.
Sementara, Ketua Umum Asosiasi Industri Refraktori dan Isolasi Indonesia (ASRINDO) Basuki mengatakan, SNI sebagai instrumen nontarif atau non-tariff measures diharapkan dapat memberikan perlindungan dan pengamanan terhadap investasi dan juga pelaku usaha refraktori dalam negeri. “Negara-negara di dunia banyak yang telah memanfaatkan standar, regulasi teknis dan prosedur penilaian kesesuaian sebagai alat mengamankan industri dalam negeri dari serangan produk-produk impor,” jelas dia.
Kemudian, menurut Basuki, penerapan SNI juga akan membantu dalam penyelarasan spesifikasi teknis produk dan jasa sehingga industri lebih efisien dan mampu meningkatkan daya saingnya. “Kesesuaian dengan standar membantu meyakinkan konsumen bahwa produk tersebut aman, efisien dan baik untuk lingkungan,” tuturnya.
Sebelumnya, Direktur Jenderal Industri Kimia, Farmasi dan Tekstil (IKFT) Kemenperin Muhammad Khayam menyampaikan, salah satu subsektor industri bahan galian nonlogam yang sedang dipacu tumbuh, yakni industri refraktori. Hasil produknya digunakan sebagai pelapis untuk tungku, kiln, insinerator, dan reaktor tahan api pada industri semen, keramik, kaca dan pengecoran logam.
Saat ini, kebutuhan nasional terhadap produk refraktori mencapai 150 ribu sampai 200 ribu ton per tahun. Sementara, industri dalam negeri memasok kebutuhan tersebut sebesar 50.000 ton per tahun. “Industri refraktori merupakan industri padat modal yang membutuhkan bahan baku dari sumberdaya alam,” ungkap Khayam.
Sumber Republika, edit koranbumn