Kementerian BUMN mendorong percepatan penyaluran penyertaan modal negara (PMN) untuk PT Kereta Api Indonesia (KAI) guna memenuhi cashflow PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) yang sudah menipis dan dikhawatirkan bisa menyebabkan proyek tersebut molor.
Wakil Menteri BUMN, Kartiko Wirjoatmodjo, mengatakan PMN senilai Rp3,2 triliun diajukan untuk PT Kereta Api Indonesia (Persero) demi memenuhi setoran modal ekuitas KCIC. PMN itu diharapkan bisa turun pada 2022 walaupun sebelumnya diajukan pada 2023 (dengan nilai Rp4,1 triliun).
“Memang ini kondisi menantang. Kita harus lakukan untuk percepatan karena cashflow daripada proyek habis November ini. Kalau kita tidak proses ini sekarang dan cair Juni, tentunya proyek akan tertunda sampai akhir 2023 karena kontraktor akan kehabisan capital November ini,” kata Kartiko dalam Rapat Kerja dengan Komisi VI DPR, Selasa (1/11/2022).
Tiko menjelaskan bahwa terdapat mekanisme yang diperbolehkan oleh bendahara negara, yakni Kementerian Keuangan (Kemenkeu), untuk melakukan penukaran waktu giliran pemberian suntikan modal negara kepada BUMN.
Apabila disetujui, maka PMN kepada KAI untuk proyek kereta cepat senilai Rp3,2 triliun akan diberikan dari cadangan investasi pemerintah 2022.
Di sisi lain, adanya cashflow KCIC juga menjadi prasyarat untuk menarik pinjaman baru ke China Development Bank (CDB) guna pembiayaan cost overrun atau biaya bengkak Proyek Kereta Cepat. Seperti diketahui, pendanaan keseluruhan proyek termasuk biaya bengkaknya berasal dari 25 persen ekuitas KCIC, dan 75 persen pinjaman.
“Jadi, memang uang yang dulu US$6 miliar itu sudah habis, fully terpakai. Ini hasil BPKP menyatakan seperti itu. Jadi kami transparan dan tidak menutupi apapun juga,” ujarnya.
Wamen yang akrab disapa Tiko ini mengatakan ada tiga hal utama yang menyebabkan biaya proyek bengkak dari nilai awal US$6 miliar. Komponen biaya tersebut meliputi aspek geografis pembangunan prasarana kereta yang lebih sulit di lapangan.
Tidak hanya itu, ada beberapa komponen biaya yang tidak masuk di perhitungan awal seperti biaya investasi penyewaan persinyalan GSM-R yang dikerjasamakan dengan Telkomsel, transmisi listrik oleh PLN, dan pembebasan tanah fasilitas sosial dan fasilitas umum.
“Ini sudah beberapa dikerjakan oleh WIKA. Tinggal kita bayar, tapi tidak ada duitnya. Jadi ada dua aspek pembayaran yaitu kondisi ke depan, dan pembayaran ke belakang yang belum ada dananya. Contohnya, PLN itu harus nyala Oktober ini,” tuturnya.
Kendati demikian, hasil rapat memutuskan bahwa Komisi VI masih akan meminta penjelasan lebih mendalam terkait dengan tambahan PMN 2022 kepada KAI senilai Rp3,2 triliun.
“Atas rencana tambahan PMN tersebut akan dilaksanakan pendalaman lebih lanjut kepada PT KAI [Persero] dan PT KCIC,” kata Wakil Ketua Komisi VI DPR Aria Bima.
Sumber Bisnis, edit koranbumn