Omnibus Law Cipta Kerja diklaim pemerintah sebagai ‘jamu kuat’ untuk mendorong pertumbuhan investasi. Pasalnya, beleid ini akan memangkas peraturan tumpang tindih yang selama ini menahan laju investasi di Tanah Air.
Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia mengatakan bahwa Omnibus Law merupakan undang-undang masa depan. Alasannya akan menciptakan banyak lapangan kerja.
“Kita di BKPM lagi menjalankan peta potensi investasi prioritas di seluruh Indonesia. Selama ini, peta potensi ini belum ada yang sesuai dengan yang diinginkan oleh investor,” katanya melalui diskusi virtual, Kamis (8/10/2020).
Bahlil menjelaskan bahwa selain belum sesuai, data tersebut juga tidak terintegrasi antarkementerian dan lembaga. Tidak heran apabila banyaknya investasi tidak sejalan dengan serapan tenaga kerja.
Oleh karena itu, ke depannya BKPM akan mengarahkan peta tersebut ke sektor yang menciptakan lapangan kerja.
Prioritasnya ada dua. Pertama, mengarahkan transformasi ekonomi dengan meningkatkan nilai tambah dalam teknologi tinggi. Kedua, menumbuhkan sektor padat karya.
Kedua hal ini harus jalan karena padat karya yang paling banyak menyerap tenaga kerja.
Bahlil masih ingat pada 2014 setiap 1 persen pertumbuhan ekonomi menyerap 300.000 tenaga kerja. Sekarang turun, bahkan tidak sampai 200.000 orang.
“Nah BKPM sedang merumuskan strategis agar investasi yang masuk menciptakan lapangan kerja yang maksimal,” jelasnya.
Sebelumnya, Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani mengatakan kenaikan realisasi investasi di Indonesia ternyata tak sejalan dengan serapan tenaga kerja di lapangan.
Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) merilis angka realisasi investasi sepanjang 2019 (Januari-Desember) adalah sebesar Rp809,6 triliun.
Dia membandingkan saat 2010 realisasi investasi masih Rp206 triliun dengan penyerapan per Rp1 triliun mencapai 5014 orang pekerja. Di sisi lain, pada periode 2019 atau investasi Rp809,6 triliun, penyerapan per Rp1 triliun hanya 1600 pekerja.
“Angka absolut memang naik, tapi kualitas investasi yang masuk itu padat modal. Ini sebetulnya mengakibatkan pertumbuhan ekonomi kita enggak berkualitas,” katanya dalam tayangan Mata Najwa seperti dikutip Kamis (8/10/2020).
Karena itu, Hariyadi menegaskan keberadaan Omnibus Law UU Cipta Kerja sangat penting. Dia mengaku sudah menyampaikan aspirasi sejak 17 tahun lalu atau pada saat UU 13/2003 tentang Ketenagakerjaan disahkan oleh DPR RI.
Dengan adanya Omnibus Law, lanjutnya, aturan investasi di Indonesia bakal berubah menjadi sangat rigid.
“Investor juga akan berhitung dengan rigid pula [terkait investasi], kondisi maskin berat dan tidak kompetitif akan direspons dengan hilangnya industri padat karya,” ungkap Ketua Pengusaha Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) tersebut.
Kondisi aturan investasi saat ini, ungkap Hariyadi, dinikmati oleh negara tetangga di kawasan Asean. Menurutnya, Thailand dan Vietnam merupakan dua negara yang menikmati ketidakwaspadaan Indonesia, khususnya sektor padat karya.
Sumber Bisnis, edit koranbumn