Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) telah resmi menetapkan Pertalite sebagai Jenis Bahan Bakar Minyak Khusus Penugasan (JBKP). Hal ini disampaikan oleh Direktur Jenderal Migas Kementerian ESDM,Tutuka Ariadji dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi VII DPR RI dengan Dirjen Migas Kementerian ESDM, Kepala BPH Migas, dan Direktur Utama PT Pertamina (Persero) yang digelar pada Selasa (29/3).
âBensin RON (research octane number) 90 (Pertalite) ditetapkan sebagai JBKP berdasarkan Kepmen ESDM No. 37.K/HK.02/MEM.M/2022 tanggal 10 Maret 2022 tentang JBKP,â ujar Tutuka (29/3).
Seturut penetapan Pertalite sebagai JBKP, pemerintah juga menetapkan kuota penyaluran untuk Pertalite. Tahun ini, kuota Pertalite ditetapkan sebesar 23,05 juta kiloliter (kl). Sampai Februari 2022 lalu, realisasi penyaluran Pertalite mencapai 4,25 juta kl, atau lebih besar 18,5% dari kuota yang ditetapkan hingga bulan Februari.
âJika diestimasikan skenario normal, maka di akhir 2022 akan terjadi over kuota sebesar 15% dari kuota normal,â tutur Tutuka.
Direktur Eksekutif Energy Watch, Mamit Setiawan menilai, penetapan Pertalite sebagai JBKP akan sangat membantu kondisi keuangan Pertamina. âPlusnya adalah penetapan Pertalite sebagai JBKP maka Pertamina akan mendapatkan kompensasi dari selisih harga jual saat ini. Apalagi saat ini Pertalite menguasai 47% dari total konsumsi BBM secara nasional,â terang Mamit saat dihubungi Kontan.co.id (29/3).
Dampak positif lainnya, menurut Mamit, masyarakat mendapatkan BBM dengan RON yang lebih tinggi ketimbang Premium. Dengan begitu, kinerja mesin kendaraan milik masyarakat menjadi lebih bagus, awet, dan memiliki jarak tempuh lebih baik, sehingga perawatan mesin bisa menjadi lebih mudah dan murah.
Selain itu, penggunaan Pertalite juga bisa menghasilkan emisi gas rumah kaca yang lebih rendah dibanding Premium lantaran RON Pertalite yang lebih tinggi dibanding Premium.
Meski begitu, Mamit menilai bahwa penetapan Pertalite sebagai JBKP juga bisa sedikit banyak menambah beban masyarakat lantaran harganya yang lebih mahal dibanding Premium. Selain itu, pemilik SPBU yang menjual Premium juga perlu melakukan adaptasi untuk beralih ke Pertalite.
Catatan Mamit, penyaluran Pertalite perlu diawasi ekstra agar realisasinya tidak melebihi kuota dan tidak menambah beban Anggaran Belanja dan Pendapatan Negara (APBN). âMengingat Pertalite ini ditetapkan kuotanya maka pengawasan harus benar-benar ekstra agar tidak melebihi kuota dan menambah beban APBN,â tutur Mamit.
Direktorat Jenderal (Ditjen) Migas Kementerian ESDM memproyeksi bahwa kompensasi JBKP Pertalite akan berkisar Rp 39,76 triliun-Rp 306,57 triliun untuk rentang harga ICP US$ 69 per barel-US$ 180 per barel. Angka proyeksi ini dihitung dengan asumsi penyaluran sebesar 23,05 juta kl dan asumsi kurs Rp 14.450 per dolar Amerika Serikat (AS).
Sumber Kontan, edit koranbumn