PT Semen Indonesia (Persero) Tbk. mencetak penurunan laba bersih sebesar 31,99 persen (year on year) sepanjang 2019.
Berdasarkan publikasi laporan keuangan 2019, perseroan menghasilkan laba bersih senilai Rp2,31 triliun, turun dibandingkan dengan perolehan laba bersih 2018 sebanyak Rp3,46 triliun.
Penurunan laba bersih juga membuat laba per saham atau earning per share turun dari Rp519 pada 2018 menjadi Rp403 pada 2019.
Secara umum, sepanjang tahun lalu, emiten bersandi saham SMGR itu mencatatkan kenaikan pendapatan sebesar 31,35 persen menjadi Rp40,3 triliun.
Pertumbuhan pendapatan ini dihasilkan dari pengelolaan aset sebesar Rp79,8 triliun yang naik 57,15 persen secara tahunan. Peningkatan aset ini didorong oleh pertumbuhan aset tidak lancar sebesar 82,02 persen, menjadi Rp63,14 triliun.
Kenaikan pendapatan juga diiringi dengan kenaikan beban pokok pendapatan sebesar 29,48 persen menjadi Rp27,65 triliun. Kenaikan beban pokok yang lebih rendah dari kenaikan pendapatan membuat laba kotor perseroan tumbuh 36,26 persen menjadi Rp12,71 triliun.
Meski begitu, kenaikan beberapa komponen beban lain membuat laba bersih perseroan pada akhirnya harus terkoreksi. Salah satu beban yang meningkat paling tinggi adalah beban keuangan, menjadi Rp3,2 triliun. Jumlah ini meningkat lebih dari tiga kali lipat dibandingkan beban keuangan pada 2018 sebesar Rp959,25 miliar.
Kenaikan beban bunga ini berkaitan dengan besarnya penggalangan dana pada tahun lalu. Hal ini terlihat dari arus kas untuk aktivitas pendanaan yang tercatat sebesar Rp10,28 triliun.
Arus kas masuk ini melonjak signifikan jika dibandingkan dengan posisi pada 2018, yakni negatif Rp1,06 triliun. Pendorong kenaikan arus kas ini adalah peningkatan utang bank jangka panjang, penerimaan dana syirkah temporer, dan penerimaan utang obligasi.
Selain itu, Beban bunga yang meningkat tercermin dari kenaikan liabilitas sebesar 141,71 persen secara tahunan menjadi Rp43,91 triliun. Kenaikan pada liabilitas jangka panjang sebesar 217,11 persen menjadi Rp31,67 triliun merupakan salah satu pendorong utamanya. Kenaikan ini disebabkan oleh jumlah pinjaman bank dan utang obligasi yang meningkat signifikan.
Kebutuhan dana jumbo ini tak lain disebabkan oleh besarnya kebutuhan investasi atau belanja modal perseroan untuk akuisisi. Hal ini terlihat dari kenaikan arus kas bersih untuk kegiatan investasi yang meningkat 859,21 persen menjadi Rp17,16 triliun. Sebanyak Rp15,45 triliun di antaranya digunakan untuk akuisisi entitas anak.
Sementara itu, arus kas bersih yang diperoleh dari aktivitas operasional perseroan tercatat meningkat 25,78 persen menjadi Rp5,6 triliun. Salah satu pendorong kenaikan arus kas bersih tersebut adalah penerimaan pelanggan yang naik menjadi Rp40,47 triliun.
Sumber Bisnis, edit koranbumn