Bank-bank badan usaha milik negara (BUMN) mencatat kinerja moncer pada triwulan II 2021 di tengah tekanan kuat pandemi covid-19. Secara total, empat bank BUMN yang tergabung dalam Himbara membukukan laba bersih lebih dari Rp 30 triliun di paruh tahun 2021 ini.
Bank BRI dan Bank Mandiri masih memimpin perolehan labah bersih yang masing-masing meraih Rp 12,5 triliun pada triwulan II 2021. Disusul Bank BNI dan BTN dengan masing-masing laba bersih Rp 5 triliun dan Rp 920 miliar.
Tekanan hebat krisis akibat pandemi covid-19 sejak setahun lalu menyebabkan bank-bank BUMN ini melakukan inovasi dan terobosan untuk menjaga kinerja tetap bagus. Dukungan kuat dari pemerintah dalam hal ini Kementerian BUMN dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menjadi salah satu dasar terjaga baiknya kinerja bank-bank Himbara.
Laba Bersih BRI Naik Jadi Rp 12,54 Triliun
BRI membukukan laba bersih Rp 12,54 triliun pada semester satu 2021. Adapun realisasi ini naik 22,94 persen dibandingkan periode sama tahun sebelumnya sebesar Rp 10,20 triliun.
Direktur Utama BRI Sunarso mengatakan kenaikan ini seiring pendapatan bunga sekaligus beban bunga dana yang turun di tengah penurunan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI).
“Perseroan mencatat pertumbuhan pendapatan bunga bersih 29,15 persen secara tahunan menjadi Rp 47,14 triliun,” ujarnya saat konferensi pers virtual, Jumat (6 Agustus 2021).
Perseroan membukukan pendapatan dari komisi/provisi/fee dan administrasi sebesar 9,5 persen menjadi Rp 8,17 triliun. Kendati demikian, beban penurunan nilai aset (impairment) naik dua kali lipat menjadi Rp 18,84 triliun.
Beban lainnya naik cukup signifikan 30 persen menjadi Rp 14,07 triliun. Dari sisi kredit, perseroan membukukan baki fungsi administrasi senilai Rp 929,41 triliun, naik 3,32 persen dari posisi awal tahun.
Dana pihak ketiga BRI tercatat Rp 1.094,4 triliun, terpangkas tipis dari awal tahun ini Rp 1.121,1 triliun. Maka demikian aset emiten berkode BBRI sebesar Rp 1.450,9 triliun.
Adapun rasio kecukupan modal perseroan berada pada 19,63 persen, dan diikuti dengan rasio NPL gross 3,27 persen. Tercatat restrukturisasi kredit rupiah sebesar Rp 209,61 triliun.
BRI telah menyalurkan kredit sebesar Rp 929,40 triliun pada semester satu 2021. Adapun realisasi ini tumbuh dibandingkan periode sama tahun sebelumnya Rp 922,97 triliun.
Sunarso mengatakan pertumbuhan kredit BRI positif dan di atas rata rata industri perbankan nasional. Jika dirinci lebih lanjut, kredit mikro sebesar Rp 366,56 triliun atau tumbuh 17 persen yoy.
“Hal ini memperkuat komitmen BRI untuk fokus dalam pengembangan bisnis mikro dengan komposisi kredit mikro mencapai 39,44 persen dari total penyaluran kredit BRI. Hal ini juga on the track menuju komposisi kredit mikro minimal 45 persen pada 2025,” kata Sunarso.
Pencapaian ini membuat proporsi kredit UMKM meningkat menjadi 80,62 persen dibanding 78,58 persen pada periode yang sama tahun lalu. Selain kredit mikro, kredit konsumer tumbuh 3,54 persen menjadi sebesar Rp 145,94 triliun pada akhir kuartal dua 2021.
Laba Bersih Bank Mandiri Naik 21,45 Persen
Bank Mandiri mencatatkan laba bersih sebesar Rp 12,5 triliun pada kuartal II 2021. Adapun realisasi ini tumbuh 21,45 persen dibandingkan periode sama tahun sebelumnya.
Direktur Utama Bank Mandiri Darmawan Junaidi mengatakan pertumbuhan laba bersih disokong oleh pertumbuhan pendapatan bunga bersih sebesar 21,50 persen year on year (yoy) menjadi Rp 35,16 triliun, serta pertumbuhan pendapatan berbasis jasa (fee based income) sebesar 17,27 persen yoy menjadi Rp 15,94 triliun.
“Kami memandang tren pertumbuhan ini sebagai sinyal positif bahwa permintaan masih ada diharapkan akan terus meningkat. Namun, kami akan tetap waspada dalam mengeksekusi rencana bisnis ke depan,” kata Darmawan saat konferensi pers virtual, Kamis (29 Juli 2021).
Dari sisi penghimpunan dana pihak ketiga (DPK), secara konsolidasi tumbuh 19,73 persen yoy menjadi Rp 1.169,2 triliun, dengan komposisi dana murah sebesar 68,49 persen atau mencapai Rp 800,8 triliun. Hal ini didorong oleh pertumbuhan giro (bank only) sebesar 40,9 persen yoy.
“Tren pertumbuhan dana murah ini juga ikut menekan biaya dana atau cost of fund (CoF) Bank Mandiri secara year to date (bank only) menjadi 1,71 persen turun dari level 2,53 persen pada akhir tahun lalu,” katanya.
Kenaikan DPK secara signifikan berkontribusi kepada pembentukan aset Bank Mandiri secara konsolidasi mencapai Rp 1.580,5 triliun atau meningkat 16,26 persen secara tahunan.
Pencapaian kinerja positif Bank Mandiri pada kuartal II 2021 ini menunjukkan geliat pertumbuhan ekonomi mulai terjadi.
Laba Bersih BNI Naik, Pencadangan Diperkuat
BNI terus memperkuat fundamental bisnisnya melalui BNI Corporate Transformation yang mulai menunjukkan hasil positif. Ini menjadi modal BNI dalam menghadapi tantangan dan persaingan pada industri keuangan.
Direktur Utama Royke Tumilaar mengatakan laba bersih meningkat 12,8 persen secara tahunan atau sebesar Rp 5,0 triliun pada Semester I 2021. “Ini menyusul pencadangan yang terus diperkuat menjadi 215,3 persen sebagai antisipasi dalam menghadapi potensi risiko kredit ke depan,” katanya dalam Paparan Kinerja Semester I 2021, Senin (16 Agustus).
Sesuai dengan hasil laporan keuangan posisi Semester I 2021 yang telah diaudit oleh Kantor Akuntan Publik (Audited), BNI menghasilkan Pre-Provisioning Operating Profit (PPOP) yang terus tumbuh dalam lima kuartal terakhir. Pada Semester I 2021, PPOP mencapai puncaknya dengan pertumbuhan 24,4 persen secara year on year (yoy) atau sebesar Rp 16,1 triliun.
PPOP yang solid tersebut ditopang oleh kuatnya pertumbuhan Pendapatan Bunga Bersih (NII) sebesar 18,2 persen (yoy) atau mencapai Rp 19,3 triliun. Ini merupakan dampak dari pertumbuhan kredit sebesar 4,5 persen (yoy), sehingga total kredit BNI mencapai Rp 569,7 triliun pada posisi Juni 2021.
PPOP juga didukung oleh pertumbuhan pendapatan nonbunga sebesar 19,2 persen (yoy) atau Rp 6,8 triliun. Ini dihasilkan dari fee based income yang kuat, baik dari Pengelolaan Rekening dan Kartu Debit, ATM dan kanal layanan elektronik, trade finance, serta marketable securities.
Royke mengatakan BNI mencatatkan penyaluran kredit yang sehat dengan didominasi sektor-sektor usaha prospektif dengan risiko rendah, baik pada segmen Business Banking maupun Consumer Banking. Kredit pada Segmen Business Banking mencapai Rp 475,6 triliun atau tumbuh 3,5 persen secara tahunan.
Pertumbuhan tertinggi berada pada segmen small business sebesar 20,6 persen (yoy) dengan baki debet mencapai Rp 91 triliun. Diikuti corporate private yang tumbuh sebesar 7,9 persen (yoy) dengan baki debet mencapai Rp 179,1 triliun.
Adapun kredit pada segmen consumer banking mencatatkan pertumbuhan sebesar 10,4 persen secara tahunan atau mencapai Rp 92,8 triliun. Kredit Tanpa Agunan yang berbasis payroll mencatat pertumbuhan 19,6 persen (yoy) atau sebesar Rp 32,7 triliun. Disusul oleh kredit pemilikan rumah yang tumbuh 6,3 persen (yoy) atau Rp 47,6 triliun.
“Pertumbuhan kredit konsumer juga dapat mengindikasikan mulai bergairahnya konsumsi masyarakat yang menopang pertumbuhan PDB Nasional,” katanya.
Sejalan dengan mandat pemegang saham kepada perseroan untuk fokus menjadi bank dengan kapabilitas internasional yang unggul, selama Semester I 2021 juga tercermin dari kontribusi bisnis terkait pada pendapatan perseroan.
Fee based income yang bersumber dari surat berharga tercatat tumbuh 115,4 persen (yoy) atau mencapai Rp 1 triliun. Begitu juga dengan fee based income yang bersumber dari layanan trade finance, tumbuh 20,4 persen (yoy) atau mencapai Rp 732 miliar.
Kinerja BTN
Kinerja itu tumbuh 19,87 persen dibandingkan periode sama di tahun lalu yang sebesar Rp 768 miliar. Direktur Utama Bank BTN Haru Koesmahargyo mengatakan capaian tersebut didorong perbaikan proses bisnis yang dilakukan perseroan.
Selama PPKM Darurat BTN telah melalukan berbagai strategi mulai dari efisiensi, digitalisasi, perampingan outlet, hingga meningkatkan fee based income melalui transaksi non-kredit.
Haru menjelaskan, perolehan laba bersih ditopang oleh peningkatan pendapatan bunga sebesar 1,39 persen (year on year/yoy).
Beban bunga ditekan turun sebesar 13,63 persen (yoy) sehingga pendapatan bunga bersih BTN melonjak di level 28,18 persen (yoy).
Peningkatan pandapatan bunga itu sejalan dengan tumbuhnya penyaluran kredit dan pembiayaan sebesar 5,59 persen (yoy) menjadi Rp 265,9 triliun dari sebelumnya Rp 251,83 triliun.
Kinerja BTN ini dinilai sejumlah analis cukup baik. Hal ini membuat sejumlah analis merekomendasikan beli saham berkode BBTN tersebut dengan target harga atau target price (TP) mencapai Rp 2.600.
Tercatat BTN mencatatkan laba bersih sebesar Rp 920 miliar pada semester satu 2021 atau naik sekitar 20 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Menurut Analis Aldiracita Sekuritas Indonesia Agus Pramono laba bersih BBTN hanya memenuhi 34,5 persen dari estimasi laba bersih pada 2021 namun pada tingkat laba operasi pra-provisi (PPOP) hasilnya sejalan perkiraan Aldiracita sekuritas.
Analis Mandiri Sekuritas Kresna Hutabarat menambahkan perolehan laba bersih BBTN yang naik 20 persen dan diimbangi turunnya cost of fund. Maka itu, pihaknya merekomendasikan beli saham BBTN dengan target price mencapai Rp 2.200 atau naik sekitar 63 persen dibandingkan penutupan perdagangan saham BBTN hari ini sebesar Rp 1.345.
“Kami memprediksi BTN akan memperoleh laba bersih hingga akhir 2021 sebesar Rp 2,153 triliun. Pertumbuhan laba bersih yang kuat didukung dengan menurunnya cost of fund dan stabilnya pertumbuhan pendapatan non bunga,” kata Kresna.
Sumber Republika, edit koranbumn