PT Krakatau Steel (Persero) Tbk tahun ini optimistis mampu mendapatkan untung tahun ini. Pada semester I-2018 volume penjualan meningkat 24,33%.
Peningkatan ini berpengaruh ada peningkatan peningkatan pendapatan perseroan sebesar 34,75% menjadi US$ 854,27 juta. Perseroan pun membukukan laba operasi sebesar US$9,34 juta pada periode yang sama. Peningkatan dan usaha perbaikan terus dilakukan untuk pencapaian untung di 2018.
“Kami optimis sih,” kata Tardi di Balai Kartini, Jakarta, Kamis (6/9/2018).
Tardi menjelaskan saat ini pertumbuhan ekonomi Indonesia di semester I-2018 sebesar 5,17% telah mendorong peningkatan konsumsi baja nasional sebesar 5,51%. Di sisi lain, peningkatan harga baja global telah mendorong peningkatan harga baja di pasar domestik. Hal ini berpengaruh pada peningkatan pendapatan perseroan sebesar 34,75% menjadi US$ 854,27 juta dari sebelumnya US$ 633,98 juta.
“Selain itu fokus kami di jajaran direksi adalah untuk segera menyelesaikan proyek-proyek strategis Krakatau Steel agar segera dapat memberikan kontribusi positif kepada perusahaan,” ujar Tardi.
Di sisi internal, perseroan melakukan berbagai upaya perbaikan kinerja agar sehat dan tumbuh secara berkesinambungan di antaranya melalui meningkatkan likuiditas, menyelesaikan proyek strategis, transformasi sales dan marketing, program efisiensi biaya melalui pola operasi yang optimal, optimalisasi aset, dan restrukturisasi keuangan, sehingga pada semester I-2018 Perseroan dapat membukukan laba operasi sebesar US$ 9,34 juta, naik lebih dari dua kali lipat dibanding periode yang sama tahun lalu sebesar US$ 4,44 juta.
Dia menyampaikan kinerja Perseroan di semester I tahun 2018 menunjukan perbaikan yang signifikan. Efisiensi dan pembenahan dari perseroan juga mampu meningkatkan laba usaha dan menurunkan angka kerugian dengan signifikan.
Pada 29 Agustus yang lalu, perseroan telah meresmikan proyek di PT Krakatau Tirta Industri yakni Bendung Cipasauran. Proyek ini menjadikan anak perusahaan Krakatau Steel yang bergerak di bidang pengolahan air bersih industri akan meningkatkan kapasitas sebesar 40% menjadi 2.400 liter per detik.
Sebelumnya, pada 7 Agustus yang lalu juga telah diresmikan secara komersial pabrik baja patungan antara perseroan dengan Nippon Steel & Sumitomo Metal Jepang yaitu PT Krakatau Nippon Steel Sumikin yang berkapasitas 480.000 ton per tahun. Pabrik ini akan memproduksi baja khusus yang didedikasikan untuk memenuhi kebutuhan industri otomotif yang saat ini hampir sebagian besar diimpor.
Sementara itu untuk perkembangan proyek strategis, pembangunan pabrik Hot Strip Mill #2 sudah mencapai 78,17% per Juni 2018 dan diproyeksikan akan selesai pada April 2019 (First Coil). Sedangkan untuk proyek Blast Furnace, Perseroan sudah menyelesaikan pencapaian proyek sebesar 99,51% per Juni 2018 dan disiapkan untuk First Blow In (FBI) pada Desember 2018.
Diharapkan ke depan dengan pembangunan dermaga 7.1 dan 7.2 oleh PT Krakatau Bandar Samudera yang akan selesai pada Januari 2019 dan pembangunan PLTU batu bara 1×150 MW oleh PT Krakatau Daya Listrik yang akan selesai pada Oktober 2021 akan menjadi kontribusi positif anak perusahaan terhadap Perseroan.
Dari sisi penjualan, Market Share produk baja Krakatau Steel yang paling tinggi adalah Hot Rolled Coil/HRC (Baja Canai Panas) sebesar 39%, Cold Rolled Coil/CRC (Baja Canai Dingin) sebesar 27%, dan Wire Rod/WR (Baja Kawat) sebesar 4% untuk pasar domestik. Volume penjualan tertinggi adalah HRC sebesar 53%, CRC 30% dan WR 3% di tahun 2017.
Mengutip dari World Economic Outlook, IMF (April 2018) Perekonomian dunia diproyeksikan bertumbuh positif hingga 2019. Negara-negara berkembang termasuk Indonesia diproyeksikan mengalami peningkatan laju pertumbuhan ekonomi positif hingga mencapai 5,50% di 2019 dari sebelumnya 5,07% di 2017.
Namun, China diperkirakan mengalami laju pertumbuhan ekonomi yang menurun hingga 2019. Selain itu, data dari South East Asia Iron & Steel Institute (SEAISI), menyebutkan bahwa Konsumsi baja domestik sepanjang tahun 2009-2017 mengalami pertumbuhan dengan CAGR 7,9%.
“Namun demikian, sebagian kebutuhan baja masih dipenuhi oleh impor. Berdasarkan data dari Kementerian Perdagangan, total defisit neraca perdagangan baja mencapai US$ 30,2 miliar selama lima tahun terakhir, sehingga kami masih harus menghadapi banyak tantangan di sisa waktu 2018 ini,” ungkap Direktur Pemasaran Krakatau Steel Purwono Widodo.
Sumber detik.com