PT Krakatau Steel Tbk mengeluhkan beredarnya produk baja karbon dari Morowali, Sulawesi Tengah, yang tak memiliki label Standar Nasional Indonesia (SNI).
Melalui siaran pers yang diterima CNBC Indonesia, Senin (10/9), Krakatau Steel menyatakan produk baja HRC itu beredar di beberapa daerah di Jawa seperti Pasuruan (Jawa Timur) dan Balaraja (Banten).
Adapun, lanjut Krakatau Steel, di produk baja tersebut tertera label PT Indonesia Guang Ching Nickel and Stainless Steel Industry, yang merupakan grup perusahaan Tsingshan China, di mana pabrik perusahaan itu berada di Morowali.
“Bila ditinjau dari aspek perizinan dan fasilitas produksinya, maka pabrik-pabrik di Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP) tersebut hanya untuk memproduksi dan memperoleh izin untuk menjual baja tahan karat (stainless steel), sementara produk HRC yang beredar secara luas jelas-jelas merupakan produk baja karbon yang dijual dengan harga murah,” ujar Komisaris Krakatau Steel Roy Maningkas.
Lebih lanjut Roy menambahkan, “Fasilitas dan proses produksi baja tahan karat sangat berbeda dengan fasilitas dan proses produksi baja karbon, oleh karenanya kami tidak habis pikir bagaimana mungkin mereka bisa menjual produk baja HRC karbon, tentunya ini akan menimbulkan persaingan yang tidak sehat”.
“Patut diduga bahwa produk-produk HRC yang beredar itu bukan berasal dari produksi Morowali, melainkan berasal dari impor. Adapun bila bukan barang impor namun benar-benar dari Morowali maka patut diduga bahwa peredaran produk-produk baja tersebut telah melanggar ketentuan-ketentuan yang berlaku terkait SNI baja, termasuk menyalahi perizinan industri yang seharusnya hanya memproduksi baja tahan karat namun telah disalahgunakan untuk memproduksi dan menjual baja karbon” ungkap Roy.
Dia juga menekankan bahwa di produk baja tersebut tidak terlihat logo SNI dan nomor registrasi produk (NRP) yang merupakan persyaratan peredaran produk baja HRC di Indonesia.
“Bahkan terlihat tulisan China di label tersebut. Sehingga diduga keras beredarnya barang-barang ini telah melanggar peraturan yang berlaku di wilayah Republik Indonesia”.
Roy mengatakan peredaran baja ilegal ini bisa merupakan bentuk dari persaingan tidak sehat, padahal produsen dalam negeri seperti Krakatau Steel dan Gunung Garuda tengah berinvestasi mengembangkan kapasitas produksi.
“Persaingan sangatlah wajar dihadapi dalam dunia usaha. Kami tidak khawatir jika persaingan dilakukan secara sehat,” tegas Roy.
Sumber CNBC Indonesia