PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk akan lebih selektif dalam menyalurkan kredit di sektor tambang karena tingkat rasio kredit bermasalah (non-performing loan/NPL) di sektor ini masih tinggi.
Direktur Bisnis Korporasi Benny Yoslim membenarkan tingkat NPL di sektor pertambangan masih relatif tinggi. Perseroan mencatat NPL di sektor pertambangan sebesar 6,1 persen per Maret 2020.
Meski demikian, NPL tersebut sudah relatif menurun dari posisi kuartal I/2019 sebesar 9,1 persen. Rasio NPL yang turun seiring dengan upaya perseroan melakukan perbaikan kualitas kredit di sektor ini.
“Jadi, secara bertahap kami lakukan perbaikan, antara lain dengan restrukturisasi untuk perbaikan NPL yang sudah ada. Ke depan, khusus untuk pertambangan di bidang batu bara kami sangat selektif karena harganya relatif menurun seperti komoditas energi lain,” katanya
Untuk memperbaiki kualitas kredit, perseroan akan mengalihkan kredit pertambangan dari semula di bidang batu bara menjadi di bidang emas dan nikel. Di samping itu, perseroan tetap selektif dalam menyalurkan kredit di sektor ini.
Benny menambahkan debitur di sektor pertambangan tidak banyak melakukan restrukturisasi. Sebab, sektor tambang relatif tidak terdampak Covid-19.
Di samping itu, sektor ini sempat diuntungkan oleh kurs dolar yang sempat meningkat beberapa waktu lalu.
Sebaliknya, restrukturisasi banyak dilakukan untuk sektor pariwisata dan perhotelan, properti, transportasi, manufaktur, dan farmasi. Sektor tersebut yang banyak terdampak pandemi Covid-19.
“BNI untuk 2020 akan sangat selektif, sehingga pertumbuhan kredit tidak akan sama seperti tahun sebelumnya. Pertumbuhan kami diperkirakan hanya single digit. Saat ini kami fokus pada perbaikan kualitas,” imbuhnya.
Adapun, berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) rasio kredit bermasalah sektor pertambangan meningkat signifikan pada Mei 2020 dengan besaran 5,03 persen. Di satu sisi, restrukturisasi sektor tersebut tercatat menurun 23,84 persen pada Mei 2020.
Sumber Bisnis, edit koranbumn