PT Pos Indonesia mencatatkan kinerja keuangan yang tidak maksimal sepanjang 2018. Direktur Keuangan PT Pos Indonesia, Eddi Santosa menyebutkan bahwa laba bersih perusahaan sepanjang 2018, diperkirakan sebesar Rp130 miliar.
Jika dirujuk dalam catatan laporan kinerja tahunan 2017, PT Pos Indonesia mencatatkan laba bersih sebesar Rp344 miliar. Dengan artian, laba bersih pada 2018, mengalami anjlok yang luar biasa dalam.
Eddi menjelaskan, anjloknya laba bersih perseroan disebabkan layanan pos Indonesia diwajibkan pemerintah membuka layanan pos universal, yakni layanan public service obligation (PSO) yang tidak dibayarkan penuh oleh pemerintah.
“Persoalannya begini, postal masih melayani pos universal, itu sebetulnya PSO. Tapi berbeda dengan PSO, yang diberikan kepada Pertamina, PLN, PT KAI yang pemerintah membayar full cost recovery. Untuk PT Pos, PSO-nya sebagian ditombokin oleh PT Pos sendiri,” katanya, saat ditemui di kantornya, Jakarta, Rabu 9 Januari 2018.
“Jadi, Pos masih nombokin tugas yang diberikan pemerintah kepada Pos. Pemerintah ngasih tugas, tetapi subsidinya tidak diberikan full,” tambahnya.
“Jadi, kalau diberikan full, laba kita melompat tambahannya bisa Rp200 miliar-Rp300 miliar. Tetapi, sebagian laba kita biayakan subsidi yang kurang itu, akhirnya laba tergerus ke bawah. Jadi, pos melayani tugas seluruh Indonesia, ada 2.600 kantor untuk layanan pos universal yang kategori subsidi, tetapi dibatasi,” ungkap Eddi.
Sementara itu, terkait pendapatan perseroan sepanjang 2018, dikatakannya berkisar Rp5,1 triliun atau masih mampu di atas capaian tahun sebelumnya yang hanya berkisar Rp5 triliun. Sedangkan untuk 2019, ditargetkannya pendapatan PT Pos Indonesia bisa mencapai Rp5,8 triliun.
“Postal dengan tiga anak usaha sekaligus. Jadi, pos holding sekitar Rp4,5 triliun. Jasa keuangan kira-kira Rp1 triliun, kemudian ada kurir sekitar Rp3,5 triliun, dari distribusi materai Rp320 miliar kurang lebih, dan dari bisnis properti,” ungkap Eddi.
Sumber Viva.co.id / edit koranbumn.com