Mendekati akhir 2021, Chief Economist Mandiri Sekuritas Leo Putra Rinaldy menilai kinerja rupiah di tahun kedua pandemi ini sangat stabil.
“Saya pakai kata ‘sangat’ di 2021 ini. Pergerakan rupiah itu flat. Jadi, tidak terlalu volatile. Bandingkan dengan currency negara-negara lain seperti lira Turki,” jelasnya pada acara Insurance Outlook 2022 secara virtual, Selasa (21/12/2021).
Leo mencatat nilai tukar lira sejak 2020 sudah melemah hingga 200 persen. Namun, jika dibandingkan dengan rupiah, pelemahan tercatat hanya sebesar 3 persen secara tahun kalender (year-to-date/ytd).
Dikutip dari Bloomberg, Mata uang lira menyentuh level terendah 18,3633 lira per dolar Amerika Serikat (AS) pada Senin pagi, melakukan reli harian terbesarnya sejak 1983. Kendati demikian, mata uang tersebut terus menguat lebih dari 15 persen terhadap dolar AS pada Selasa (21/12/2021), setelah Presiden Recep Tayyip Erdogan mengumumkan langkah-langkah untuk menopang nilai mata uang pada Senin malam.
Berdasarkan data Bloomberg, nilai tukar rupiah ditutup menguat 0,10 persen atau 14 poin ke posisi Rp14.289,50 per dolar AS. Indeks dolar AS juga terpantau menguat 0,04 persen ke level 96,53 pada pukul 15.21 WIB.
Stabilitas rupiah selama pandemi, jelas Leo, erat kaitannya dengan kinerja neraca dagang yang mengalami tren surplus rekor selama 19 bulan berturut-turut. Tren itu telah berlangsung sejak pertengahan 2020. Sebelumnya, Indonesia belum pernah mengalami tren serupa.
Dengan tren surplus selama 19 bulan, besar kemungkinan Indonesia akan membukukan surplus transaksi berjalan pertama kali sejak 2011, di akhir tahun ini.
Sumber Bisnis, edit koranbumn