Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menegaskan bahwa Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) harus kembali sehat. Hal tersebut dilakukan dengan peningkatan pendapatan negara, salah satunya di bidang pajak.
Oleh sebab itu, Sri mengatakan reformasi pajak dan perpajakan merupakan hal yang penting. Terlebih, dalam Rancangan APBN 2022, pemerintah menargetkan penerimaan pajak sebesar Rp1.262,9 triliun.
Akibat pandemi Covid-19, Sri menilai Indonesia mengalami shock atau goncangan ekonomi sehingga membuat reformasi perpajakan semakin diperlukan untuk memulihkan pendapatan negara. Tidak hanya itu, dia menilai teknologi digital juga menjadi pemicu bagi perancangan kembali perpajakan.
“Oleh karena itu, dua hal penting di dalam reformasi perpajakan yang tidak boleh ditinggalkan adalah reformasi di bidang kebijakan, dan bidang administrasi perpajakan. Terutama, di dalam menghadapi shock akibat Covid-19 dan munculnya revolusi teknologi,” tutur Sri pada Direktorat Jenderal Perpajakan (DJP) IT Summit, Rabu (18/8/2021).
Seperti halnya di bidang lain, Sri menyampaikan teknologi digital di urusan perpajakan juga menghasilkan kerumitan tersendiri di dalam membuat kebijakan dan mengatur administrasi. Khususnya di administrasi, risiko yang dihasilkan dari kehadiran teknologi digital adalah keamanan data serta privasi.
“Risiko lain adalah bagaimana data bisa terancam, privasi dan tentunya kerahasiaan. Berbagai risiko ini yang perlu kita bahas saat membahas peran dan tantangan teknologi digital,” tutur Sri.
Di sisi lain, dengan akses data yang besar dari laporan wajib pajak (WP), Sri mengatakan hal tersebut bisa menjadi peluang bagi DJP Kemenkeu untuk memahami kehidupan ekonomi dan sosial masyarakat. Hal tersebut, imbuhnya, bisa dijadikan dasar untuk merancang kebijakan perpajakan yang baik.
Lalu, dengan akses data administrasi perpajakan yang dibantu oleh kemajuan teknologi, Sri mengatakan DJP dapat menggunakannya untuk meningkatkan kualitas pelayanan.
“Jadi ini tidak hanya melulu bagaimana mengumpulkan pajak, tapi bagaimana kita bisa mendesain dan meredesain, merancang dan merancang kembali, perekonomian kita yang terus berubah, karena berbagai macam faktor. Shock pandemi, digital economy, dan globalisasi,” jelasnya.
Sumber Bisnis.com , edit koranbumn