Tingginya harga komoditas menjadi pendorong utama penerimaan pajak, yang juga ditopang oleh pemulihan ekonomi.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjelaskan bahwa penerimaan pajak per semester I/2022 mencapai Rp868,8 triliun, tumbuh 55,7 persen secara tahunan. Kinerja tersebut membuat penerimaan pajak telah mencapai 58,4 persen target tahun ini, sesuai Peraturan Presiden (Perpres) 98/2022.
Pemerintah meraup pajak penghasilan (PPh) non migas hingga Rp519,6 triliun, pajak pertambahan nilai (PPN) dan pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) Rp300,9 triliun, serta PPh migas Rp43 triliun. Perolehan pajak bumi dan bangunan (PBB) serta pajak lainnya tercatat Rp4,8 triliun.
Dari keempat golongan tersebut, PPh Non Migas mencatatkan realisasi tertinggi terhadap targetnya dalam anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN), yakni mencapai 69,3 persen. Sri Mulyani tak memungkiri bahwa hal tersebut terjadi karena kenaikan harga komoditas.
Perolehan PPh migas tercatat telah mencapai 66,4 persen dari target tahun ini, menjadi pencapaian kedua tertinggi. Lalu, perolehan PPN dan PPnBM mencatatkan kontribusi ketiga terbesar terhadap penerimaan pajak telah mencakup 47,08 persen, menunjukkan bahwa konsumsi, investasi, dan ekspor turut mendorong penerimaan pajak.
Sri Mulyani menyebut sejumlah alasan tumbuhnya penerimaan pajak semester pertama tahun ini. Dia tak memungkiri bahwa tingginya harga komoditas menjadi pendorong utama penerimaan pajak.
Lalu, basis penerimaan pajak semester I/2021 yang rendah membuat pertumbuhan kali ini menjadi sangat besar. Selain itu, Sri Mulyani pun menyebut bahwa pemulihan ekonomi berkontribusi positif terhadap penerimaan pajak.
“Juga adanya pelaksanaan Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan [UU HPP], baik untuk [capaian kinerja] Juni ini,” kata Sri Mulyani.
Sumber Bisnis, edit koranbumn