Kementerian BUMN akan mengarahkan Garuda Indonesia dan Citilink Indonesia untuk fokus pada pasar domestik, bukan lagi pasar internasional.
Menteri BUMN Erick Thohir mengatakan pembicaraan tersebut terus didengungkan pada saat ini, November 2020, dan bahkan sejak sebelum pandemi Covid-19 pada Januari 2020.
“Kita bukan bisnis gaya-gayaan, terbang ke luar negeri gaya, tetapi database [penumpang] sebelum Covid-19, 78 persen turis itu local turis, [dengan jumlah pengeluaran mereka] Rp1.400 triliun. Turis asing hanya 22 persen atau Rp300 triliun,” kata Erick, Rabu (2/6/2021).
Dia menjelaskan pasar penerbangan saat ini, terutama bagi maskapai nasional adalah rute domestik. Terlebih, Indonesia adalah negara kepulauan yang mobilitas masyarakatnya mengandalkan konektivitas udara atau laut.
Sebelumnya, Kementerian Koordinator Bidang Maritim dan Investasi (Kemenko Marves) menjelaskan ada empat opsi yang bisa diambil sebagai langkah penyelamatan Garuda Indonesia.
Juru Bicara Kemenko Marves Jodi Mahardi mengatakan berdasarkan hasil benchmarking dengan yang telah dilakukan oleh pemerintah negara lain, terdapat empat opsi yang dapat diambil untuk Garuda saat ini. Opsi pertama adalah terus mendukung Garuda.
“Pemerintah harus memberikan suntikan ekuitas atau pemberian pinjaman. Jika hal ini dilakukan yang bakal menjadi catatan adalah berisiko meninggalkan Garuda dengan warisan hutang yang besar yang akan membuat situasi menantang pada masa mendatang,” kata Jodi, Kamis (27/5/2021).
Dia menambahkan langkah yang serupa telah dilakukan oleh pemerintah setempat kepada Singapore Airlines, Cathay Pacific, dan Air China. Kedua, lanjutnya, menggunakan hukum perlindungan kepailitan untuk merekstrukturisasi Garuda.
Ketiga, katanya, merekstrukturisasi Garuda dan mendirikan perusahaan maskapai nasional baru. Opsi terakhir adalah Garuda dilikuidasi dan sektor swasta dibiarkan untuk mengisi kekosongannya.
Sumber Bisnis, edit koranbumn