Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati menyatakan bahwa 68 persen badan usaha milik negara (BUMN) penerima penyertaan modal negara (PMN) terancam bangkrut. Efektivitas PMN pun terus menjadi perhatian dan evaluasi pemerintah.
Hal tersebut diungkapkan oleh Sri Mulyani dalam rapat kerja Komisi XI DPR dengan Menkeu terkait Pengambilan Keputusan Tahapan PMN 2021 dan 2022, Rabu (15/12/2021). Kementerian Keuangan melakukan analisis atas penyuntikan dana kepada BUMN dalam kurun 2007 hingga 2020.
Berdasarkan kondisi terbaru pada 2020, Sri Mulyani menemukan adanya kerentanan kondisi keuangan lebih dari separuh perusahaan BUMN. Berdasarkan model prediksi kesulitan keuangan Altman Z-Score, 68 persen BUMN termasuk ke dalam kategori terancam bangkrut.
“Ada 68 persen yang untuk Altman Z-Score dalam posisi distress atau kemungkinan bangkrut,” ujar Sri Mulyani pada Rabu (15/12/2021).
Sementara itu, 32 persen BUMN lainnya berada dalam kategori aman. Menurut Sri Mulyani, pemerintah akan melakukan kajian secara terus menerus mengenai efektivitas PMN, agar masuknya modal negara dapat berpengaruh positif terhadap kondisi keuangan BUMN, seperti yang terjadi pada 32 persen perusahaan.
Sri Mulyani pun menyampaikan bahwa pada 2020, 60 persen BUMN berhasil mencatatkan laba dan 40 persen lainnya merugi. Adapun, dari sisi rasio utang terhadap ekuitas (debt to equity ratio/DER) yang dibandingkan dengan kondisi industri, banyak BUMN yang memiliki rasio utang tinggi.
Menurutnya, 55 persen dari perusahaan BUMN memiliki DER di atas rata-rata industri, 2 persen yang sebanding dengan rata-rata industri, dan 9 persen memiliki ekuitas negatif atau tergerus. Terdapat 34 persen BUMN yang memiliki DER rata-rata di bawah industri.
“Ini salah satu yang buat kami perhatikan, makanya sebagian besar scale down atau dilakukan PMN dan menyehatkan kembali agar [BUMN] tidak over leverage,” ujar Sri Mulyani.
Sumber Bisnis, edit koranbumn