Di tengah tren melemahnya harga batu bara, PT Bukit Asam Tbk mampu mencatatkan laba atas kinerja tahun 2019 sebesar Rp 4,1 Triliun dengan EBITDA sebesar 6,4 Triliun. Keberhasilan ini tidak lain merupakan dampak dari penerapan strategi yang tepat dan upaya efisiensi yang dilakukan Perseroan.
Pencapaian laba ini didukung oleh kinerja operasional perseroan yang mengalami kenaikan dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Pada tahun 2019, produksi batu bara perseroan mengalami kenaikan 10,2% dari tahun sebelumnya atau naik menjadi 29,1 juta ton. Kapasitas angkutan batu bara juga mengalami kenaikan menjadi 24,2 juta ton atau naik 7,0% dari tahun 2018.
Kenaikan produksi dan angkutan batu bara ini mendorong pula kenaikan penjualan batu bara. Sepanjang 2019, perseroan berhasil menjual batu bara sebesar 27,8 juta ton atau naik 13% dari tahun sebelumnya. Kenaikan volume penjualan ini karena adanya ekspansi ke pasar-pasar potensial yang meliputi Jepang, Hongkong, Vietnam, Taiwan dan Filipina serta keberhasilan dalam menambah pasar-pasar potensial baru seperti Australia, Thailand, Myanmar dan Kamboja. Tak hanya mendorong penjualan ekspor ke negara-negara Asia, Perseroan juga menerapkan penjualan ekspor batu bara medium to high calorie ke premium market.
Di tahun 2019, Perseroan mencatatkan pendapatan usaha sebesar Rp21,8 Triliun atau naik sebesar 3% dari tahun sebelumnya sebesar Rp21,2 Triliun. Pendapatan tersebut terdiri dari pendapatan penjualan batu bara domestik sebesar 57%, penjualan batu bara ekspor sebesar 41% dan aktivitas lainnya sebesar 2% yang terdiri dari penjualan listrik, briket, minyak sawit mentah dan inti sawit, jasa kesehatan rumah sakit dan jasa sewa. Kenaikan pendapatan ini dipengaruhi oleh meningkatnya jumlah tonase penjualan.
Walaupun harga batu bara terus memperlihatkan tren penurunan, perseroan tetap mampu membukukan kinerja yang menggembirakan dengan mencatatkan laba bersih sebesar Rp4,1 Triliun. Penurunan harga batu bara tersebut seiring dengan pelemahan harga batu bara indeks Newcastle (GAR 6322 kkal/kg) sebesar 28% menjadi rata-rata sampai dengan Desember 2019 sebesar US$77,77 per ton dari US$ 107,34 per ton pada periode yang sama tahun lalu,
Demikian juga indeks harga batu bara thermal Indonesia (Indonesian Coal Index / ICI) GAR 5000 yang melemah sebesar 17% menjadi rata-rata sampai dengan Desember 2019 sebesar US$50,39 per ton dari US$60,35 per ton dari tahun lalu.
Beban pokok penjualan di tahun 2019 tercatat sebesar Rp14,18 Triliun dengan komposisi terbesar terjadi pada biaya angkutan kereta api. Besarnya biaya ini seiring dengan peningkatan volume angkutan batubara dan kenaikan biaya jasa penambangan akibat meningkatnya produksi dan rata-rata stripping ratioditahun 2019menjadi 4,6 bcm/ton.
Aset Perseroan per 31 Desember 2019 mencapai Rp26,1 Triliun dengan komposisi terbesar pada aset tetap sebesar 28% dan kas setara kas sebesar 18%. Kas dan setara kas serta deposito dengan jangka waktu diatas 3 bulan yang dimiliki perseroan per 31 Desember 2019 adalah sebesar Rp7,3 Triliun, meningkat 12% bila dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
Sumber PTBA, edit koranbumn