Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mempertimbangkan perpanjangan masa relaksasi restrukturisasi kredit.
Kebijakan tersebut tertuang dalam POJK No.11/2020 tentang Stimulus Perekonomian Nasional sebagai Kebijakan Countercyclical Dampak Penyebaran Covid-2019.
Dalam paparannya, Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso menyebutkan pihaknya saat ini tengah mendiskusikan kembali perpanjangan masa relaksasi aturan restrukturisasi yang saat ini habis pada Maret 2021. Aturan ini rencananya di tambah satu tahun lagi atau hingga 2022.
“Dari berbagai kebijakan kami melihat banyak bank bisa leluasa untuk survive. Kebijakan ini masih terus bisa kami tambah kalau memang diperlukan karena seluruh dunia melakukan deregulasi hal yang sama, bahkan termasuk penerapan basel 3,” katanya, dalam webinar Indef, Kamis (23/7/2020).
Deputi Komisioner Pengawas Perbankan I Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Teguh Supangkat mengafirmasi rencana tersebut.
“Kami memang akan melakukan kajian dalam waktu yang cepat kami akan melihat kami juga terus lakukan kajian semua stimulus,” katanya, dalam Webminar Ikatan Ahli Ekonomi Islam (IAEI) Indonesia, Kamis (23/7/2020).
Dia menjelaskan OJK perlu melihat dampak positif dari setiap relaksasi, baik untuk industri jasa keuangan maupun industri riil. Setelah kajian dampak relaksasi dilakukan, barulah OJK akan membawa usulan tersebut ke rapat dewan komisioner.
“Namun, bagaimana pun di aturan yang sudah ada, kami sudah membuka peluang untuk perpanjangan tersebut. Bisa saja,” imbuhnya.
Berdasarkan data OJK, hingga 13 Juli 2020, realisasi restrukturisasi kredit di perbankan mencapai Rp776,99 triliun dengan nasabah sebanyak 6,75 juta.
Sementara itu, di perusahaan pembiayaan tercatat senilai Rp148,7 triliun outstanding restrukturisasi dengan jumlah kontrak yang disetujui sebanyak 4,04 juta per 21 Juli 2020
Sumber Bisnis, edit koranbumn