Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyampaikan alasan di balik rendahnya hasil investasi di dana pensiun milik Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Hal ini seiring dengan ditemukannya imbal hasil (yield) investasi di dana pensiun pelat merah yang berada di bawah 2 persen.
Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun merangkap Anggota Dewan Komisioner OJK Ogi Prastomiyono menjelaskan bahwa hasil investasi itu dipengaruhi oleh portofolio investasi dari dana pensiun masing-masing, sehingga antara satu dana pensiun dengan yang lain itu tidak dapat disamakan.
Ogi menuturkan bahwa untuk dana pensiun dengan portofolio yang mayoritas ditempatkan di pasar uang, maka imbal hasilnya akan berbeda dengan dana pensiun yang mayoritas ditempatkan di pasar modal.
Namun demikian, kata Ogi, khusus untuk dana pensiun program manfaat pasti (PPMP), target hasil investasi juga harus memperhatikan asumsi tingkat bunga aktuaria.
“OJK secara terus-menerus melakukan koordinasi dengan Kementerian BUMN dalam rangka memastikan kebutuhan pendanaan untuk menutup defisit tersebut,” ujar Ogi dalam konferensi pers hasil Rapat Dewan Komisioner (RDK) OJK Bulan Mei 2023, Selasa (6/6/2023).
Adapun, hingga saat ini, OJK juga masih menunggu hasil asesmen yang disampaikan oleh tim Kementerian BUMN terkait dana pensiun pelat merah.
Ogi menyampaikan bahwa dana pensiun pemberi kerja (DPPK) BUMN terdiri dari 61 dana pensiun dengan aset mencapai Rp127 triliun dan 734.426 peserta. Rinciannya, sebanyak 50 berasal dana pensiun program pensiun manfaat pasti (PPMP) dan 11 dana pensiun program pensiun iuran pasti (PPIP).
“Rata-rata return on investment [ROI] tiga tahun dana pensiun dari dana pensiun pemberi kerja BUMN itu masih di atas rata-rata yield SBN 10 tahun selama 3 tahun terakhir. Itu terkait yield-nya,” ujarnya.
Kemudian, terkait dengan pendanaan, dapat kami sampaikan bahwa dari 50 dana pensiun pemberi kerja program manfaat pasti itu, sekitar 21 dana pensiun dalam kondisi baik, yaitu berada di tingkat kualitas pendanaan level 1 dan tingkat pendanaan level 2. Sisanya, yakni sebanyak 29 dana pensiun BUMN memiliki tingkat kualitas pendanaan level tiga. “Ini sesuai dengan kriteria yang ditetapkan oleh OJK,” tandasnya.
Sebelumnya, Kementerian BUMN mengendus adanya indikasi korupsi yang kembali terjadi di dana pensiun pelat merah, selain PT Pelabuhan Indonesia atau Pelindo.
Dugaan korupsi di tubuh dapen BUMN itu lantaran imbal hasil (yield) investasi tersebut hanya mendapatkan imbal hasil sebesar 1,9 persen.
“Most likely ada something [dapen BUMN yang terindikasi korupsi]. Masa yield-nya [imbal hasil] cuma 1,9 persen? Itu enggak masuk akal,” kata Wakil BUMN II Kartika Wirjoatmodjo saat ditemui di Gedung DPR/MPR, Jakarta, Senin (5/6/2023).
Maka dari itu, pria yang akrab disapa Tiko itu menduga adanya indikasi korupsi yang kembali terjadi di dana pensiun BUMN.
“Saya rasa ada 1-2 kasus [korupsi] lagi yang akan kita bawa, karena ini lagi diinvestigasi. Kalau kemarin kan Pelindo. Jadi, sedang kita investigasi,” ujarnya.
Tiko menuturkan bahwa sebanyak 22 dapen BUMN memiliki rasio kecukupan dana (RKD) berada di bawah 100 persen. Rinciannya, 16 dari 22 dapen BUMN memiliki imbal hasil investasi di bawah 6 persen.
“Bahkan ada yang cuma 1 persen—2 persen [imbal hasil investasi], contohnya Pelindo kemarin,” ujarnya.
Lebih lanjut, selain Pelindo, Tiko menuturkan bahwa ada 4 dapen BUMN yang akan segera diinvestigasi secara bertahap.
“Ada 4 [dapen BUMN] yang di bawah 4 persen yang akan segera diinvestigasi, tapi saya belum bisa ngomong namanya, karena ekstrim ya kalau SBN [Surat Berharga Negara] 6 persen, masa hasil investasi cuma 2 persen? Kan enggak masuk akal, pasti ada sesuatu,” tutupnya.
Sumber Bisnis, edit koranbumn