eski mengalami penurunan peringkat, PT Wijaya Karya (Persero) Tbk. optimistis masih memiliki prospek kinerja positif dalam jangka panjang untuk dapat kembali meningkatkan peringkat perseroan.
Sekretaris Perusahaan Wijaya Karya Mahendra Vijaya menyampaikan bahwa perseroan tetap optimistis menanggapi penurunan peringkat oleh Moody’s. Menurutnya, penurunan peringkat tidaklah disebabkan oleh permasalahan dari kondisi internal perseroan.
“Karena hal itu [penurunan peringkat] juga berlaku common pada korporasi lain sebagai imbas multiply cepatnya penyebaran pandemi Covid-19, melambatnya pertumbuhan ekonomi global, serta turunnya harga minyak dunia,” katanya kepada Bisnis, Kamis (25/6/2020).
Dia menyatakan bahwa perseroan masih optimistis memiliki kemampuan yang lebih dari cukup untuk bangkit dari periode sulit ini. Dia meyakini, tahun depan akan menjadi tahun pemulihan kinerja emiten berkode saham WIKA tersebut.
Beberapa faktor yang menjadi modal utama perseroan untuk mencapai pemulihan, salah satunya adalah masih tingginya kepercayaan pemerintah terhadap korporasi di bidang konstruksi.
Meski tak secara spesifik, dia menyebutkan hal itu tercermin dari langkah pemerintah menawarkan sejumlah tender Proyek Strategis Nasional (PSN). Menurutnya, perseroan juga memiliki reputasi dan rekam jejak yang baik dalam mengerjakan proyek berskala besar.
Di luar itu, menurutnya perseroan masih mendapatkan dukungan positif dari pihak eksternal seperti institusi keuangan, baik berskala nasional maupun internasional.
Selain itu, perseroan masih percaya diri dengan tingginya nilai kontrak kontrak dihadapi atau order book yang dimiliki perseroan. Per akhir Mei, nilai kontrak dihadapi Wijaya Karya mencapai Rp80,7 triliun.
Meski sedikit menurun dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya, posisi kontrak dihadapi Wijaya Karya masih menjadi yang tertinggi di antara seluruh kontraktor pelat merah.
“Kami memiliki kapasitas kontrak dihadapi dengan nilai relatif besar, dan rekam jejak yang kompetitif-efektif dalam menyelesaikan proyek-proyek strategis berskala mega,” katanya.
Sepanjang Januari—Mei, Wijaya Karya mencatatkan kontrak baru senilai Rp3,14 triliun. Namun, perolehan kontrak tersebut jauh lebih rendah dibandingkan capaian pada periode yang sama tahun lalu sebesar Rp12,71 triliun.
Adapun, total kontrak carry over atau kontrak bawaan dari tahun lalu yang tercatat hingga Mei 2020 adalah sebesar Rp77,56 triliun. Mayoritas kontrak atau 80,59 persen di antaranya merupakan proyek infrastruktur dan gedung.
Pada tahun ini, perseroan membidik kontrak baru senilai Rp65,5 triliun. Perseroan menargetkan mayoritas kontrak atau sekitar 37,35 persen di antaranya akan didapatkan dari Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Adapun, dari torehan kontrak baru hingga Mei, kontribusi BUMN mencapai 17,74 persen. Sementara itu, sektor swasta menjadi penyumbang kontrak paling besar, yakni 50,11 persen dari seluruh kontrak baru. Sisanya, atau sekitar 32,15 persen merupakan kontrak dari pemerintah.
Mahendra menyatakan bahwa perseroan saat ini masih mengkaji ulang Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP) karena pandemi Covid-19. Evaluasi dilakukan terhadap target dan rencana investasi tahun ini.
“Untuk investasi saat ini perseroan masih mengkaji berdasarkan kebutuhan, kami masih review RKAP karena kondisi Covid-19. Secara detail mungkin akan bisa kami sampaikan setelah evaluasinya tuntas,” katanya.
Dia menambahkan, memasuki semester II/2020 diperkirakan kinerja perseroan akan mendapatkan angin segar dari skenario kenormalan baru. Bahkan, sejak era transisi yang dimulai pada bulan ini mulai terdapat sinyal-sinyal pemulihan kinerja.
Perseroan, lanjutnya, juga telah mendapatkan energi tambahan dari sisi arus kas penerimaan. Meski belum dapat menyebutkan angka, dia mengklaim perseroan telah mendapatkan pencairan dari proyek-proyek yang dikerjakan dan akan segera mendapatkan dana talangan tanah dari pemerintah.
Sebelumnya, Moody’s telah menyapih peringkat dan outlook Wijaya Karya. Moody’s menurunkan peringkat perseroan dari Ba2 menjadi Ba3. Sementara itu, outlook perseroan diturunkan dari stabil menjadi negatif.
Wakil Presiden dan Analis Moody’s Nidhi Dhruv menyampaikan bahwa WIKA penurunan peringkat dan outlook itu merefleksikan perkiraan dampak negatif Covid-19 terhadap kinerja perusahaan.
“Bisnis WIKA terdampak pandemi Covid-19 cukup parah. Kami memperkirakan disrupsi rantai pasok dan pembatasan pengerjaan konstruksi akibat pembatasan sosial akan menghambat seluruh proyek WIKA,” katanya, dikutip dari siaran pers, Selasa (23/6/2020).
Sebagai konsekuensi dari perlambatan penyelesaian proyek itu, Moody’s memperkirakan tingkat leverage utang perseroan akan berada pada level 9x—10x pada 2020 dan 5,8x—6x pada 2022.
Di sisi lain, Moody’s memperkirakan tingginya perolehan kontrak baru perseroan dalam beberapa tahun terakhir akan melemahkan posisi metrik kredit WIKA karena kebutuhan investasi di muka yang tinggi.
Hal ini menyebabkan perseroan diperkirakan akan mencatatkan arus kas operasi negatif pada tahun ini dan tahun depan. Menurutnya, faktor penyebab utamanya adalah kebutuhan modal kerja yang cukup besar.
Dia menjelaskan outlook negatif WIKA merefleksikan kedua hal tersebut: peningkatan leverage dan lemahnya likuiditas perseroan di tengah ketidakpastian kegiatan operasional akibat merebaknya virus corona baru di Indonesia.
“Selain itu, perseroan juga harus melunasi utang sebesar Rp5,6 triliun yang akan jatuh tempo dalam 6 bulan ke depan, termasuk Komodo bond yang akan jatuh tempo pada Januari 2021,” tambahnya.
Dampak Covid-19 terhadap kinerja perusahaan telah tercermin dari kinerja pada kuartal I/2020. Sepanjang 3 bulan pertama tahun ini, pendapatan perseroan turun 35,44 persen, sedangkan laba bersih turun 65,3 persen.
Meski kinerja menurun, Direktur Utama Wijaya Karya yang baru, Agung Budi Waskito menyatakan bahwa perseroan masih mempertahankan sejumlah indikator kinerja pada periode tersebut.
Hal itu tercermin dari rasio gross gearing dan net gearing yang masing-masing sebesar 1,04x dan 0,59x. Posisi tersebut masih jauh lebih rendah dari batas covenant sebesar 2,50x.
“Hal ini menjadi langkah awal yang cukup baik bagi kami dalam mempersiapkan diri untuk mengembalikan ritme pembangunan beberapa proyek infrastruktur sejalan dengan pemberlakuan new normal,” katanya.
Analis PT Samuel Sekuritas Indonesia Selvi Ocktaviani juga menilai bahwa meski kinerja menurun, perseroan masih punya modal kuat dari sisi likuiditas dan solvency ratio, yang tercermin dari posisi rasio utang dan interest coverage mumpuni.
Perseroan juga diperkirakan masih dapat mencatatkan posisi arus kas operasional positif pada akhir tahun ini. Meski pada kuartal I/2020 posisnya negatif Rp4,3 triliun, strategi perseroan memaksimalkan proyek berjalan akan berbuah positif pada akhir tahun.
“Kami proyeksi posisi arus kas operasional pada 2020 akan ditutup positif didukung oleh strategi perseroan memaksimalkan proyek berjalan dengan penilaian terhadap project owner yang memiliki kemampuan likuiditas,” jelasnya.
Dia memaparkan, kondisi pada kuartal I/2020 memang mengindikasikan bahwa Wijaya Karya tidak akan dapat menghindari penurunan kinerja pada tahun ini. Pendapatan diperkirakan turun 30,3 persen, sedangkan laba bersih diperkirakan turun 62,5 persen. Namun, dia meyakini bottom line pada akhir tahun akan tetap positif.
“Dampak pandemi tidak terhindarkan sehingga kami menurunkan proyeksi pendapatan dan laba bersih, namun bottom line terjaga positif. Kami tetap rekomendasi BUY dengan target harga lebih rendah di Rp1.600 per saham,” jelasnya.
Sumber Bisnis, edit koranbumn