Kontribusi terbesar inflasi awal tahun ini adalah harga bahan makanan. Pemerintah dinilai perlu menjaga harga pangan.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, inflasi dari kelompok bahan makanan mencapai 0,92 persen dan memberikan andil inflasi sebesar 0,18 persen.
Komoditas yang menyumbang inflasi, yaitu ikan segar (0,06 persen), beras (0,04 persen), tomat sayur (0,03 persen), daging ayam ras dan bawang merah (0,02 persen), serta telur ayam ras dan cabai rawit masing-masing 0,01 persen.
Kepala BPS Suhariyanto dalam konferensi pers di Jakarta, Jumat (1/2/2019), mengatakan, bobot beras terhadap penghitungan inflasi cukup besar, yaitu 3,8 persen. Perubahan harga beras sekecil apa pun akan berdampak besar pada inflasi.
Sebenarnya kenaikan harga beras terbilang wajar karena hanya terjadi di beberapa kota. Beda dengan Januari 2018 ketika beras menyumbang inflasi hingga 0,24 persen. ”Kenaikan harga telur ayam dan daging ayam ras juga menyumbang inflasi,” ujarnya.
Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa Yunita Rusanti menambahkan, stabilisasi harga bahan makanan harus diutamakan, antara lain, dengan menjaga harga, ketersediaan pasokan, kelancaran distribusi, dan komunikasi yang efektif.
”Tren ketersediaan beras di awal tahun ini bagus. Namun, pemerintah tetap harus memperhatikan persoalan distribusi antardaerah. Ketidakseimbangan distribusi juga dapat menyebabkan kenaikan harga,” kata Yunita.
Tiket pesawat
Inflasi juga disumbang oleh kelompok makanan jadi serta kelompok perumahan, air, listrik, gas, dan bahan bakar. Inflasi dari kelompok makanan jadi 0,27 persen atau menyumbang 0,05 persen terhadap inflasi.
Sementara inflasi kelompok perumahan, air, listrik, gas, dan bahan bakar 0,28 persen dan menyumbang 0,07 persen terhadap inflasi.
Deflasi justru terjadi pada kelompok pengeluaran transportasi, komunikasi, dan jasa keuangan, yaitu 0,16 persen. Kelompok pengeluaran ini menyumbang deflasi 0,04 persen.
Komoditas yang memberikan sumbangan deflasi adalah bensin dengan 0,04 persen serta harga tiket kereta api yang juga memberikan andil deflasi 0,02 persen.
”Yang tidak biasa justru tarif angkutan udara. Pada Januari 2019 tarif angkutan udara masih menyumbang inflasi 0,02 persen. Padahal, melihat pola tahunannya, tarif angkutan udara turun setiap awal tahun,” kata Suhariyanto.
Sebelumnya, Ketua Asosiasi Perusahaan Perjalanan Wisata Indonesia Sumsel Anton Wahyudi menilai, kebijakan bagasi berbayar yang diterapkan sejumlah maskapai penerbangan sejak Januari 2019 menjadi salah satu penyebab kenaikan harga tiket pesawat (Kompas.id, 25/1/2019).
Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution menilai, inflasi pada Januari 2019 cukup terkendali. Inflasi, antara lain, dipengaruhi oleh kenaikan harga jagung pakan yang berimbas ke harga telur dan daging ayam.
”Ke depan tentu harga pangan akan tetap kami kendalikan agar secara tahunan (inflasi) bisa kisaran 3,5 persen,” kata Darmin di kantornya, Jakarta, Jumat.
Harga khusus
Keputusan pemerintah mengimpor jagung pakan dinilai belum meredam gejolak harga jagung di tingkat peternak. Merespons hal itu, Kementerian Perdagangan menaikkan harga acuan pembelian telur dan daging ayam di tingkat peternak sebesar Rp 2.000 dari harga acuan sebelumnya Rp 18.000-Rp 20.000 per kilogram (kg). Sementara harga jual di tingkat konsumen naik menjadi Rp 25.000 per kg (telur ayam) dan Rp 36.000 per kg (daging ayam).
Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan Tjahya Widayanti menyatakan, kebijakan itu diambil untuk mengakomodasi aspirasi peternak ayam. Sejumlah asosiasi peternak mengeluhkan tingginya harga pokok produksi yang disebabkan oleh kenaikan harga jagung pakan.
Presiden Peternak Layer Nasional Ki Musbar Mesdi menyatakan, peternak membeli jagung Rp 6.000 per kg pada Januari 2019. Padahal, ketersediaan jagung kunci bagi industri peternakan ayam nasional. (MED/E05/E10/KRN)
Sumber kompas.id. edit koranbumn