PT Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo) menetapkan peringkat idA1+ untuk Surat Berharga Komersial milik PT Jasa Marga (Persero) Tbk (JSMR) Tahun 2020 sebesar Rp 1 triliun. Dana penerbitan surat utang itu akan digunakan untuk pembiayaan perusahaan.
Selain itu, Pefindo juga menetapkan kembali peringkat idAA- untuk Obligasi Berkelanjutan II PT Jasa Marga (Persero) Tbk (JSMR) Tahun 2020 senilai Rp 4,5 triliun dan Obligasi XIV Seri JM-10 Tahun 2010. Outlook peringkat perusahaan adalah stabil.
“Obligor dengan peringkat idAA memiliki sedikit perbedaan dengan peringkat tertinggi yang diberikan, dan memiliki kemampuan yang sangat kuat untuk memenuhi komitmen keuangan jangka panjang dibandingkan obligor lain,” kata Pefindo, dalam keterangan resmi yang dipublikasi, Kamis (1/10).
Adapun tanda kurang (-) menunjukkan bahwa peringkat yang diberikan relatif lemah serta di bawah rata-rata dari kategori yang bersangkutan. Sementara itu, idA1+ adalah peringkat tertinggi yang diberikan untuk surat utang jangka pendek.
“Kemampuan Obligor untuk memenuhi komitmen jangka pendek atas surat utang, relatif terhadap obligor-obligor Indonesia lainnya adalah superior,” jelasnya.
Peringkat mencerminkan dukungan yang kuat dari pemerintah untuk menyelesaikan proyek jalan tol karena perusahaan bergerak di industri jalan tol. Perusahaan juga mempunyai portofolio jalan tol yang terdiversifikasi dengan periode konsesi yang panjang, dan fleksibilitas keuangan yang kuat.
Namun, peringkat dibatasi oleh struktur permodalan yang lebih agresif dalam jangka pendek, menengah dan risiko bisnis terkait dengan pembangunan ruas tol baru.
Peringkat akan dinaikkan jika perusahaan memperbaiki struktur permodalan dengan mengurangi utang jika jalan tol baru beroperasi dengan lancar sesuai jadwal dan terbukti secara konsisten menarik volume arus lalu lintas tinggi seperti yang diproyeksikan, atau jika kami melihat ada dukungan dari pemerintah yang lebih kuat.
Peringkat akan diturunkan jika pembatasan sosial berskala besar (PSBB) berlanjut hingga paruh kedua tahun ini yang berakibat pada penurunan jalan tol yang jauh lebih rendah dari yang diharapkan.
“Jika perusahaan tidak berhasil memperoleh tambahan fasilitas pinjaman untuk mengatasi risiko pembiayaan, atau jika struktur permodalan perusahaan yang lebih agresif tidak diimbangi dengan peningkatan kinerja bisnis, yang dapat melemahkan proteksi arus kasnya,” ungkap Pefindo.
Hingga 31 Desember 2019, pemegang saham Perusahaan terdiri dari Pemerintah Indonesia 70,0%, BPJS Ketenagakerjaan 3,4%, PT Taspen 2,2%, serta masyarakat 24,4%.
Sumber Kontan, edit koranbumn