Efek utang jumbo perusahaan konstruksi pelat merah (BUMN Karya) di bank-bank milik negara (Himbara) yang terancam gagal bayar tampaknya bakal menjadi efek domino lebih luas.
Menyusul ada kabar bahwa PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) beserta anak-anak usahanya dikabarkan telah menghentikan penyaluran kredit ke karyawan PT Wijaya Karya, PT Amarta Karya, dan PT Waskita Karya.
Beredar di media sosial, tangkapan layar berupa surat yang berasal dari Mandiri Tunas Finance (MTF) bernomor 033/SPb/MTF/VI/2023 dan terbit pada 27 Juni 2023. Surat tersebut intinya memerintahkan penghentian pembiayaan terhadap karyawan di tiga perusahaan BUMN Karya tersebut.
Menanggapi hal tersebut, VP Corporate Communication Bank Mandiri Ricky Andriano membenarkan terkait adanya perintah tersebut dari grup. Itu berarti, tak hanya MTF saja melainkan perusahaan-perusahaan di bawah naungan Grup Bank Mandiri menghentikan penyaluran kreditnya.
Ricky menambahkan langkah tersebut dilakukan karena Bank Mandiri melihat arus kas dari perusahaan BUMN Karya tersebut mengkhawatirkan. Sehingga, secara alamiah, Bank Mandiri mengambil langkah untuk memitigasi risiko.
“Daripada nantinya jika masih diberikan kredit takutnya bisa menjadi bermasalah di kemudian hari,” ujar Ricky
Ricky juga menegaskan bahwa perintah untuk menghentikan kredit terhadap tiga perusahaan BUMN Karya tersebut hanya berlaku untuk debitur baru. Sementara, untuk yang existing masih bisa untuk pembayaran.
Sementara itu, CEO PT Mandiri Utama Finance (MUF) Stanley Setia Atmadja mengungkapkan bahwa pihaknya selalu melakukan koordinasi dengan induk dalam hal ini Bank Mandiri terkait kebijakan portofolio.
Ia membenarkan ada beberapa BUMN karya yang masuk daftar pembatasan segmen saat ini, bersama perusahaan-perusahaan dari sektor lain yang juga masuk daftar pembatasan.
“Secara berkala dilakukan pembaruan,” ujarnya.
Senior Faculty Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) Amin Nurdin berpandangan sejatinya kondisi perusahaan tak semerta-merta langsung menggambarkan kondisi dari karyawan tersebut. Alasannya, tanggung jawab kredit karyawan bukan tanggung jawab dari perusahaan.
Hanya saja, ia juga melihat bahwa Bank Mandiri sah-sah saja jika memiliki kebijakan demikian. Ia bilang itu bisa menjadi salah satu cara bagi bank untuk mitigasi risiko.
“Karena dianggap secara risk appetite dan risk tolerance ini masuk kategori yang akan bermasalah ke depan, itu boleh,” ujar Amin.
Sumber Kontan, edit koranbumn