Pelemahan ekonomi global akibat pandemi korona tidak membuat minat investor asing menurun pada obligasi global denominasi dollar AS yang dikeluarkan Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Pada Senin (4/5), PT Hutama Karya (Persero) resmi menerbitkan global bond senilai US$ 600 juta atau setara Rp 9 triliun bila dihitung dengan kurs rupiah Rp 15.000 per dollar AS. Global bond yang pertama kali diterbitkan Hutama Karya ini memiliki jangka waktu 10 tahun.
Investor di tiga benua menyambut antusias global bond yang menawarkan kupon sebesar 3,75%. Direktur Utama Hutama Karya Bintang Perbowo mengatakan perseroan mendapatkan kelebihan permintaan 5,8 kali dari nilai yang diterbitkan.
Investor global bond ini tersebar 42% di kawasan Asia, Eropa, Timur Tengah dan Afrika sebesar 30% dan Amerika Serikat sebesar 28%.
Bintang mengatakan harga kupon global bond ini sangat kompetitif di tengah situasi ekonomi yang cukup sulit akibat pandemi korona. Namun, dari kelebihan permintaan yang ada menunjukkan Indonesia masih dipercaya investor meski kondisi pasar keuangan masih fluktuatif.
Direktur Utama PT Mandiri Sekuritas, Dannif Danusaputro sebagai join lead underwriter menambahkan, faktor yang membuat global bond ini banyak diminati investor asing adalah karena memiliki rating investment grade dan memiliki fasilitas government guarantee.
Sebelumnya, Hutama Karya mendapat rating korporasi BBB-/AA+ dari Fitch Ratings Indonesia dan rating Baa3 dari Moody’s. Sedangkan rating obligasi BBB dari Fitch dan Baa2 dari Moody’s.
“Pasar obligasi global di Maret memang jatuh karena pandemi korona tetapi sejak pertengahan April, appetite mulai kembali muncul apalagi global bond yang mendapat government guarantee, makanya kami yakin ini waktu yang tepat untuk menerbitkan global bond meski di tengah pandemi korona,” kata Dannif.
Sebelum Hutama Karya merasakan menerbitkan global bond, BUN lain juga sukses menerbitkan global bond, seperti Pertamina, Jasa Marga dan PLN. Menurut Associate Director Fixed Income Anugerah Sekuritas Ramdhan Ario Maruto daya serap investor domestik lebih banyak pada obligasi pemerintah.
“Investor domestik kini lebih memburu obligasi pemerintah karena memiliki risiko yang jauh lebih rendah,” kata Ramdhan.
Head of Investment Research Infovesta Utama Wawan Hendrayana menambahkan investor domestik saat ini akan lebih ketat dalam masuk ke obligasi korporasi apalagi di tengah masa pandemi korona.
Meski begitu, daya serap investor domestik tetap ada selama perusahaan membutuhkan refinancing atau dari reksadana terproteksi.
Sumber Kontan, edit koranbumn