Pandemi virus corona dan perlambatan ekonomi memukul kinerja emiten sektor infrastruktur dan turunannya. Hal tersebut dapat tercermin dari bagaimana kinerja para emiten dalam mengumpulkan kontrak baru.
PT Waskita Karya Tbk (WSKT) misalnya, hingga Oktober, emiten plat merah ini baru berhasil mengumpulkan kontrak baru senilai Rp 15 triliun. Padahal, WSKT menargetkan bisa mengumpulkan Rp 26 triliun pada tahun ini.
Analis Sucor Sekuritas Joey Faustian menilai, dengan keadaan saat ini, dia cenderung konservatif dan melihat kecil kemungkinan WSKT bisa mencapai target tersebut. Menurut Joey, WSKT kemungkinan hanya akan mengumpulkan kontrak baru di kisaran Rp 22 triliun saja.
Walau untuk tahun ini kinerja WSKT masih akan terseok-seok, Joey memperkirakan pada tahun depan prospek WSKT akan berpotensi lebih baik. Salah satu katalisnya adalah pembentukan sovereign wealth fund (SWF) yang berpotensi menjadi solusi kebutuhan dana untuk pengembangan infrastruktur Indonesia dan menarik minat investor asing untuk berinvestasi pada proyek infrastruktur Indonesia
Joey menuturkan, salah satu mandat SWF adalah pembentukan dana stabilisasi untuk mendukung rencana daur ulang aset. SWF diperkirakan akan terbentuk pada Januari 2021 dengan nilai awal Rp 75 triliun dan berpotensi menghasilkan total dana hingga Rp 250 triliun (di bawah 30/40 skema leverage). Tapi dia memperkirakan pengumpulan dana akan cenderung lambat seiring kondisi ekonomi global yang juga melambat.
“Kami melihat WSKT akan menjadi yang paling diuntungkan seiring punya posisi leverage yang tinggi dan besarnya aset kepemilikan ruas tol. Dari peluang investasi awal, setidaknya terdapat enam aset jalan tol yang dimiliki WSKT yang punya nilai hingga Rp 33,5 triliun,” tutur Joey ketika dihubungi Kontan.co.id, Senin (16/11).
Lebih lanjut, Joey menghitung dengan asumsi valuasi PBV WSKT sebesar 1,1 kali, WSKT berpotensi membukukan keuntungan sebesar Rp 2,5 triliun dengan dekonsolidasi utang lebih lanjut Rp 12 triliun (23% dari total utang berbunga).
Pada akhirnya, transaksi ini dinilai Joey berpotensi mengurangi gearing WSKT dari 2,6 kali pada semester I-2020 menjadi 2 kali. Selain itu, transaksi ini juga akan menghilangkan beban keuangan dari aset jalan tol WSKT, terutama biaya bunga secara signifikan.
“Mengingat besarnya dan lebih cepatnya divestasi jalan tol seiring pembentuk SWF, kami merevisi laba bersih WSKT pada 2021 dan 2022 menjadi Rp 358 miliar dan Rp 909 miliar. Dalam prediksi kami, SWF baru akan efektif beroperasi pada awal 2021 dan proses investasi baru dimulai pada pertengahan tahun 2021,” tambah Joey.
Dengan demikian, Joey memperkirakan WSKT akan mampu meng-unload aset tol mereka sekitar Rp 16 triliun pada semester I-2021. Dus, ini membuat WSKT bisa menghemat bunga hingga Rp 600 miliar sekaligus menyediakan buffer pendapatan senilai Rp 1 triliun yang didapat dari divestasi aset jalan tol. Namun dengan asumsi transaksi dilakukan berdasarkan 1,1 kali PBV.
Jika sampai terjadi keterlambatan dalam setiap rencana daur ulang aset WSKT, Joey bilang itu akan berdampak negatif pada kemampuan WSKT dalam menghapus utang dan mendapatkan kontrak baru ke depannya. Setiap telat satu kuartal dari asumsi jadwal divestasi Sucor pada semester I-2020, hal tersebut berpotensi akan membuat WSKT kehilangan sekitar Rp 300 miliar
“Kami meng-upgrade rekomendasi untuk WSKT menjadi hold dengan target harga Rp 750 dari semula Rp 550 per saham. Kami menilai dikonsolidasi aset jalan tol dan kemampuan menghapus utang akan menjadi katalis positif jangka panjang untuk WSKT,” pungkas Joey.
Sumber Kontan, edit koranbumn