Pemerintah tengah berusaha membantu memasarkan pesawat buatan Indonesia untuk diminati oleh bangsa lain. Salah satu upaya yang dilakukan adalah memanfaatkan momentum kunjungan tamu kenegaraan untuk menawarkan pesawat buatan PT Dirgantara Indonesia (Persero).
Produsen pesawat terbang, PT Dirgantara Indonesia (Persero) makin percaya diri memasarkan produknya. Pasalnya, Presiden Joko Widodo telah membantu perseroan dengan menawarkan produk N219 ke Federasi Serikat Mikronesia sebagai pesawat angkut antarpulau.
Presiden Jokowi mengungkapkan, pihaknya telah menawarkan Pesawat N219 yang diproduksi PT Dirgantara Indonesia, Bandung, ke Federasi Serikat Mikronesia sebagai pesawat angkut antarpulau.
“Presiden Christian akan berkunjung ke PT Dirgantara Indonesia di Bandung,” kata Presiden dalam keterangan persnya, kemarin.
Dijelaskan, Jokowi secara resmi menerima kunjungan Presiden Federasi Serikat Mikronesia Peter M Christian ke Istana Kepresidenan, di Bogor. Momentum ini dimanfaatkan Indonesia untuk menawarkan pesawat N-219 yang diproduksi oleh PT Dirgantara Indonesia (PTDI) kepada negara Oseania, Federasi Mikronesia.
Menurut Jokowi, Indonesia dan Federasi Mikronesia memiliki kesamaan, yaitu sama-sama negara kepulauan. “Banyak kesamaan yang dimiliki dua negara. Kita adalah sama-sama bangsa Pasifik, kita sama-sama negara kepulauan. Mikronesia memiliki 600 pulau dan Indonesia memiliki lebih dari 17 ribu pulau,” katanya.
Mantan Walikota Solo ini juga mengungkapkan, Indonesia bukanlah negara asing bagi Presiden Christian yang memiliki keturunan Ambon, Maluku, yakni generasi ketiga di Mikronesia.
Presiden juga menilai kunjungan kenegaraan Presiden Christian ke Indonesia menjadi tonggak baru bagi hubungan kedua negara, yakni hubungan yang saling menghormati dan menguntungkan.
“Saya sangat menghargai konsistensi komitmen Federasi Mikronesia untuk menghormati integritas Negara Kesatuan Republik Indonesia. kita sepakat untuk memperkuat kerja sama dalam berbagai forum di Pasifik Selatan antara lain melalui kerja sama di Pasifik Island Forum,” ungkapnya.
Sebelumnya, Direktur Utama PT Dirgantara Indonesia, Elfien Goentoro yakin salah satu produk unggulannya N219 bakal diterima oleh negara-negara lain khususnya negara kepulauan. “N219 dirancang untuk negara kepulauan, pesawat ini menjangkau daerah dengan kondisi georafis banyak bukit dengan landasan pendek,” kata Elfien.
Pesawat Nurtanio juga dapat membuka aksesibilitas dan konektivitas wilayah terdepan, tertinggal dan terluar di pegunungan Papua dan Papua Barat, sehingga program satu harga Pemerintah dapat terwujud.
Biaya pengembangan pesawat N219 sampai resmi diuji terbangkan menghabiskan biaya investasi sebanyak Rp 827 miliar. Setelah diuji coba, serangkaian test juga harus dilakukan pesawat ini untuk bisa mendapatkan sertifikasi kelaikan udara. Ditaksir pembuatan pesawat ini mencapai Rp 1 triliun.
Direktur Produksi PT Dirgantara Indonesia (PTDI) Arie Wibowo menceritakan, pesawat N219 atau Nurtanio buatan PTDI ini menarik banyak perhatian dalam pameran kedirgantaraan Singapore Airshow 2018 beberapa waktu lalu.
Dia mengklaim sudah ada beberapa pihak yang berminat. “Sudah ada pesanan juga, pesanan sebagian besar sudah tertuang dalam Letter of Intent (LoI),” kata dia.
Pesawat N219 yang diberi nama Nurtanio oleh Presiden Joko Widodo itu memang memiliki kelebihan dibandingkan pesawat sejenis buatan asing. “Pesawat ini memiliki kemampuan untuk menjangkau daerah terpencil dengan kabin yang luas,” jelasnya.
Pesawat N219 bisa digunakan untuk mengangkut penumpang sipil, angkutan militer, angkutan barang atau kargo, evakuasi medis, hingga bantuan saat bencana alam. Dengan kelebihan tersebut, pesawat ini juga lebih murah dibandingkan pesawat sejenisnya, yaitu Twin Otter.
Dapur pacu pesawat buatan Bandung ini dilengkapi dengan dua mesin Pratt & Whitney Aircraft of Canada Limited PT6A-42 masing-masing bertenaga 850 SHP dan dilengkapi dengan Hartzell 4-Blade Metal Propeller. Pesawat N219 mampu mengangkut beban hingga 7.030 kilogram (kg) saat take off dan 6.940 kg saat mendarat.
Sumber Situs Web Dirgantara Indonesia/rmol.co