Kabar gembira bagi pemegang saham bank negara atau BUMN, termasuk pemerintah. Sebab, dividen dari pembagian keuntungan sejumlah perbankan pelat merah untuk tahun buku 2021 terbilang jumbo.
Hitungan di atas buku, pemerintah selaku pemegang saham pengendali himpunan bank milik negara (Himbara) itu mendapatkan setoran dividen yang mencapai Rp 24,56 triliun.
Rinciannya, PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) membagikan dividen sebesar 25% dari laba bersih tahun buku 2021. Nilai ini setara Rp 2,72 triliun yang akan dibagikan sebagai dividen tunai kepada para pemegang saham.
“Dengan memperhitungkan komposisi saham milik pemerintah yang sebesar 60%, maka BNI akan menyetorkan dividen senilai Rp 1,63 triliun ke rekening Kas Umum Negara,” ujar Direktur Utama BNI Royke Tumilaar secara virtual, Selasa (15/3).
Sementara itu, atas kepemilikan 40% saham publik senilai Rp 1,09 triliun akan diberikan kepada pemegang saham sesuai dengan porsi kepemilikannya masing-masing.
PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) menetapkan 60% dari laba bersih konsolidasi tahun 2021 atau sekitar Rp 16,82 triliun sebagai dividen. Ini setara Rp 360,50 per saham. Dari nilai itu, dividen ke pemerintah atas kepemilikan sebesar 52% saham Bank Mandiri menjadi sebesar Rp 8,75 triliun.
Direktur Utama Bank Mandiri Darmawan Junaidi menjelaskan, sebanyak 40% dari laba bersih konsolidasi tahun lalu dialokasikan sebagai laba ditahan.
Nah, setelah pembagian dividen, rasio kecukupan modal atau capital adequacy ratio (CAR) Bank Mandiri sampai akhir 2022 diproyeksi kurang lebih sama dengan di akhir 2021 yang di 19,6%.
Namun, Bank Mandiri bukan yang terbesar. Sejauh ini PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) jadi penyetor dividen terbesar ke pemegang saham dengan nilai Rp 26,4 triliun atau 85% dari laba konsolidasi 2021 sebesar Rp 31,6 triliun. Pemerintah selaku pemegang 53,19% saham BRI akan meraup Rp 14,04 triliun dari BBRI.
PT Bank Tabungan Negara Tbk (BTN) membagikan dividen tunai Rp 237,62 miliar setara Rp 22,438 per saham atau 10%dari laba bersih BTN tahun buku 2021 yang mencapai Rp 2,37 triliun. Pemerintah yang memegang 60% saham BBTN dapat Rp 142,57 miliar.
Ekonom sekaligus Pengamat Pasar Modal Universitas Indonesia Budi Frensidy mengapresiasi dividen jumbo dari bank pelat merah ini. Namun ia menyatakan kinerja perbankan masih ada bayang-bayang kerugian kredit macet akibat relaksasi dan restrukturisasi yang masih diberlakukan.
“Saya khawatir non performing loan (NPL) akan naik setelah periode relaksasi dan restrukturisasi itu selesai dalam tahun ini atau tahun depan,” ujarnya kepada Kontan.co.id.
Kendati demikian, ia melihat prospek saham bank pelat merah tahun ini dan ke depannya masih bagus selama NPL tidak berada di level 5% ke atas. Jika tidak, lanjutnya akan ada koreksi pasar dulu sebelum kembali layak dikoleksi saat ekonomi mulai pulih.
Sumber Kontan, edit koranbumn