PT Taman Wisata Candi Borobudur, Prambanan & Ratu Boko (Persero) berharap pengelola Rumah Ibadah di kawasan Taman Mini Indonesia Indah (TMII) ikut mendukung pariwisata di sana. Keragaman Rumah Ibadah di TMII menjadi potensi untuk melihat Indonesia yang memiliki kekayaan corak dan nilai yang ada di dalamnya.
Hal tersebut dibicarakan pada kegiatan silaturahmi dan dialog secara daring antara PT TWC dengan pengelola Rumah Ibadah di kawasan TMII. Melalui kegiatan ini diharapkan proses transisi didukung semua pihak serta membawa pengembangan TMII ke arah yang lebih baik.
“Kami sama-sama sepakat untuk memajukan TMII ke depan. Kawasan TMII adalah kawasan destinasi. Kami berharap kegiatan di Rumah Ibadah bisa berjalan dengan baik, dan tentunya ada kegiatan yang bisa menjadi perhatian wisatawan. Biasanya jika ada kegiatan keagamaan pasti ada kegiatan budayanya. Ini yang ingin kami kembangkan bersama,” terang Corporate Secretary PT TWC Emilia Eny Utari saat membuka kegiatan ini, Rabu (21/7/2021).
Acara ini diikuti oleh pengelola 7 Rumah ibadah di TMII, diantaranya pengelola Masjid Pangeran Diponegoro, Wihara Arya Dwipa Arama, Gereja Katolik Santa Catharina, Klenteng Kong Miao, Pura Penataran Agung Kertabhumi, Gereja Kristen Protestan Haleluya dan Sasono Adiroso Pangeran Sambernyowo. Rumah Ibadah di TMII merupakan cerminan keanekaragaman kepercayaan yang dilindungi serta menjadi kekayaan bangsa Indonesia.
Pengelola Gereja Katolik Santa Catharina Yohanes Eko Ballan mengatakan bahwa TMII memiliki potensi besar untuk dikembangkan. Keragaman budaya menjadi salah satu daya tarik yang seharusnya bisa dikembangkan lebih serius lagi.
“TMII itu pusat budaya. Potensinya besar. Kami mencoba kolaborasi apa yang ada di TMII dan sesuai dengan ajaran di gereja,” ungkapnya.
Di Gereja Catharina sendiri telah beberapa kali dilakukan prosesi keagamaan dengan unsur kebudayaan yang kental. Menurut Eko, hal tersebut malah digemari jamaah serta wisatawan secara langsung.
“Sebelum pandemi, saat Perarakan Minggu Palma, kami keliling Rumah Ibadah di TMII. Semua peserta memakai pakaian daerah. Tahun 2019 temanya suku di NTT. Ini salah satu event yang ditunggu umat dan wisatawan di TMII,” lanjutnya.
Salah satu pengelola Klenteng Kong Miao Budi S. Tanuwibowo mengatakan harus ada sinergitas dan dukungan yang penuh dari pihak pengelola TMII dalam memajukan program kebudayaan di Rumah Ibadah.
Dukungan bisa banyak dan beragam. Selain ide, pengelola TMII juga perlu mendukung agenda promosi kegiatan ibadah ke luar. Saya rasa ke depan TMII akan lebih ramai lagi dengan mengembangkan kegiatan keagamaan dan budaya,” ujarnya.
Salah satu pengurus Sasono Adiroso Pangeran Sambernyowo Retno Lastani berharap kepengelolaan yang baik ke depan. Pengurus Majelis Luhur Kepercayaan Indonesia (MLKI) yang sejak 2007 ini juga mendukung adanya sejumlah kegiatan seni budaya untuk mengenalkan berbagai Aliran Kepercayaan di Indonesia.
“Kami merencanakan di Sasana Adisrasa ada aktivitas yang menarik berupa kegiatan pelatihan seni budaya, seperti pelatihan nembang, menari dan kulinernya. Kami berharap ke depan lebih baik lagi dan bisa bekerjasama dengan pihak-pihak yang ditentukan,” ujarnya.
Emilia menambahkan perlu ada kerjasama dan dukungan berbagai pihak untuk mewujudkan pengelolaan TMII sebagai etalase budaya bangsa Indonesia.
“Kami berharap kita bisa bekerjasama dengan baik. Kita gotong royong untuk pengelolaan Rumah yang lebih profesional. Ada hal-hal yang perlu kita kembangkan, karena destinasi ini adalah etalase budaya Indonesia,” pungkasnya.